Salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh banyak karyawan adalah menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Sebab, mereka akan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Namun, ternyata tidak semua karyawan bisa memperoleh THR dari perusahaan lho! Kira-kira jenis karyawan apa saja yang tidak bisa mendapatkan THR ini? Daripada penasaran, yuk langsung simak penjelasannya di sini!
Apa Itu THR?
Okey, sebelum masuk ke pembahasan utama, Anda harus mengetahui terlebih dahulu arti dari tunjangan hari raya atau yang disingkat dengan THR ini. Jadi, THR merupakan pendapatan di luar gaji yang wajib dibayarkan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja kepada karyawan menjelang hari raya keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak, dan Hari Raya Imlek.
Sebagai informasi, THR pertama kali dicetuskan oleh Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6, yakni Soekiman Wirjosandjojo. Sebenarnya, Soekiman hanya memberikan THR kepada karyawan di akhir bulan Ramadhan yang bertujuan untuk mensejahterakan para golongan pegawai negeri sipil (PNS). Namun, seiring berjalannya waktu semua tenaga kerja di Indonesia pun mendapatkan tunjangan ini.
Aturan Terkait THR
Penerimaan tunjangan hari raya atau THR telah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Kisaran jumlah tunjangan yang diterima oleh karyawan pun juga diatur dalam peraturan ini, dimana dicantumkan bahwa:
- Karyawan yang sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih secara terus-menerus maka akan mendapatkan tunjangan sebesar 1 bulan gaji. Nah, jumlah gaji ini berupa upah bersih tanpa adanya tunjangan apapun.
- Sedangkan, karyawan yang sudah bekerja selama 1 bulan secara terus-menerus namun kurang dari 12 bulan, maka tunjangan yang berikan sesuai masa kerja atau prorata, yakni dengan perhitungan masa kerja/12 × 1 bulan gaji.
- Karyawan yang berstatus pekerja lepas atau freelance dan sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih, akan mendapatkan tunjangan sebesar 1 bulan gaji yang dihitung berdasarkan rata-rata gaji yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaannya.
- Karyawan yang bekerja berdasarkan perjanjian harian lepas dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, maka akan mendapatkan tunjangan sebesar 1 bulan gaji yang dihitung berdasarkan rata-rata gaji yang diterima setiap bulan selama masa kerja.
Tidak hanya besaran THR saja, Permenaker 6/2016 juga mengatur terkait kapan waktu pembayaran THR diberikan kepada karyawan. Lebih tepatnya, pada Pasal 5 Ayat (3) dan (4) dijelaskan bahwa waktu kewajiban pembayaran THR adalah 7 hari sebelum hari raya tiba dan pemberiannya disesuaikan dengan hari raya keagamaan masing-masing karyawan.
Lalu bagaimana jika perusahaan tidak menaati peraturan tersebut? Nah, jika perusahaan terlambat memberikan THR kepada karyawan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Sanksi ini bisa berupa teguran, sanksi administrasi, hingga pembekuan operasional bisnis.
Sebagai informasi, bentuk THR yang diberikan kepada karyawan harus berupa uang Rupiah. Artinya, perusahaan tidak boleh memberikan THR dalam bentuk barang, parsel, aset, dan lainnya meskipun nilainya setara dengan tunjangan yang diterima.
Jenis Pekerja yang Tidak Mendapatkan THR
Nah, sekarang kita masuk ke pembahasan utama, yakni jenis pekerja apa saja yang tidak bisa mendapatkan THR. Sebenarnya mudah mengetahui hal ini, Anda bisa melihat pada Permenaker 6/2016 tentang THR di atas, karyawan yang tidak disebut dalam peraturan tersebut merupakan karyawan yang tidak berhak mendapatkan THR. Namun agar lebih jelas, berikut ini adalah 3 jenis pekerja yang termasuk ke dalam kategori ini:
Hubungan kemitraan
Perlu Anda ketahui, kemitraan bukanlah hubungan kerja melainkan kerjasama. Hubungan seperti ini tidak diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga pekerja yang menjalin hubungan kemitraan dengan suatu perusahaan tidak berhak mendapatkan THR. Tunjangan Hari Raya Keagamaan hanya diberikan kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT/PKWTT).
Contoh hubungan kemitraan yaitu distributor, supplier, vendor, outsourcing, dan lain sebagainya. Pihak eksternal ini tentu melakukan perjanjian kemitraan atau kerjasama dengan perusahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan bisnis.
Habis kontrak sebelum hari raya
Seorang karyawan yang masa kontrak kerjanya telah habis sebelum hari raya tidak akan mendapatkan THR. Masa kontrak kerja yang berakhir artinya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pun berakhir. Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, hanya karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/PKWTT) saja yang berhak mendapatkan THR.
Hal ini tentu berbeda dengan karyawan yang terkena PHK menjelang hari raya, mereka akan tetap memperoleh THR. Berdasarkan Permenaker Ketenagakerjaan tentang THR, karyawan yang diberhentikan oleh perusahaan dalam kurun waktu 30 hari sebelum hari raya maka berhak menerima THR. Besaran dari tunjangannya pun juga akan disesuaikan dengan gaji dari karyawan tersebut dalam satu tahun yang sama saat diberhentikan.
Peserta magang
Sama halnya dengan jenis pekerja yang pertama, peserta magang juga tidak bisa menerima THR karena mempunyai perjanjian pemagangan bukan perjanjian kerja. Apalagi jika perusahaan hanya memberikan uang saku atau uang transportasi saja kepada mereka, bukan gaji bulanan.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai jenis pekerja yang tidak berhak mendapatkan tunjangan hari raya keagamaan atau THR. Ingin tahu informasi menarik lainnya seputar HRD, bisnis, dan karir? Yuk, kunjungi blog MyRobin sekarang juga!