Setiap karyawan berhak untuk mengajukan cuti kepada HRD. Namun, tidak semua alasan cuti mereka bisa Anda terima begitu saja. Apalagi jika ketidakhadiran mereka karena cuti tersebut mengganggu operasional bisnis. Misalnya, karena karyawan tersebut adalah satu-satunya orang yang mampu mengoperasikan mesin dan ia mengajukan cuti secara mendadak, maka Anda boleh menolak pengajuannya. Kira-kira alasan apa saja yang membuat cuti karyawan tidak dapat diterima oleh pihak HRD? Yuk, cari tahu selengkapnya di bawah ini!
Regulasi Cuti Di Indonesia
Okey, sebelum masuk ke pembahasan utama, Anda perlu mengetahui terlebih dahulu regulasi atau aturan tentang cuti di Indonesia. Hal ini bertujuan agar Anda dapat membedakan mana alasan cuti yang bisa diterima dan mana yang harus ditolak. Selain itu, Anda juga tidak akan menyalahi aturan yang telah ditetapkan dalam proses pengajuan cuti karyawan.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 79 Ayat (1), dijelaskan bahwa perusahaan sebagai pemberi kerja wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada karyawannya. Di Indonesia sendiri, ada beberapa macam cuti yang umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu cuti berbayar (paid leave) dan cuti tidak dibayar (unpaid leave).
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 ini juga mengatur tentang ketentuan cuti, yang meliputi peraturan mengenai jatah cuti:
- Cuti tahunan
- Cuti sakit
- Cuti besar
- Cuti bersama
- Cuti hamil
- Cuti alasan penting
Jenis-jenis Cuti Karyawan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada enam jenis cuti yang bisa didapatkan oleh karyawan. Berikut ini adalah penjelasannya masing-masing secara singkat:
Cuti tahunan
Dalam Pasal 79 Ayat 2 (c) dijelaskan bahwa cuti tahunan akan diberikan kepada karyawan yang sudah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Jenis cuti yang satu ini mempunyai jangka waktu minimal 12 hari kerja, tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan. Misalnya, karyawan dengan jabatan C-level atau mempunyai beban kerja yang besar, berhak mendapatkan cuti tahunan lebih dari 12 hari kerja.
Cuti sakit
Jika karyawan merasa sakit hingga tidak mampu melakukan pekerjaannya, maka perusahaan wajib memberikan izin cuti atau waktu istirahat sesuai dengan jumlah hari yang telah disarankan oleh dokter. Bahkan, karyawan wanita juga berhak mendapatkan cuti haid pada hari pertama dan kedua. Untuk hal ini sudah diatur dalam Pasal 93 Ayat 2 dan Pasal 81 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Cuti besar
Berdasarkan aturan dalam Pasal 79 Ayat 2 (d), karyawan yang sudah bekerja selama bertahun-tahun bisa mendapatkan cuti besar. Untuk lama cuti besar ini yaitu sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilakukan pada tahun ketujuh dan kedelapan, masing-masing 1 bulan bagi karyawan yang sudah bekerja selama 6 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama.
Karyawan yang sudah menerima jatah istirahat panjang ini tidak berhak lagi mendapatkan cuti tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya akan berlaku pada setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.
Cuti bersama
Sesuai Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama, karyawan berhak mendapatkan jatah cuti bersama. Dalam hal ini, cuti akan ditetapkan menjelang hari raya besar keagamaan maupun hari besar nasional.
Memang awalnya peraturan ini hanya berlaku untuk karyawan di kantor pemerintahan seperti instansi kedutaan, BUMN, hingga lembaga kementerian dan kedinasan saja. Namun, seiring berjalannya waktu pelaksanaannya tidak terbatas pada karyawan lembaga pemerintahan saja, namun juga karyawan swasta.
Cuti hamil dan melahirkan
Untuk jenis cuti yang satu ini waktu bisa dibilang cukup lama, yakni selama 6 minggu sebelum melahirkan dan 6 minggu setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Beberapa karyawan perempuan juga ada yang memilih untuk mengambil akumulatif 12 minggu secara terus-menerus.
Sedangkan, untuk karyawan laki-laki sebagai suami yang mendampingi hanya akan diberikan cuti selama 2 hari saja. Selain itu, karyawan perempuan yang mengalami keguguran juga akan mendapatkan cuti istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dari dokter kandungan/bidan. Ketentuan mengenai cuti hamil dan melahirkan ini sudah tercantum dalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 82.
Cuti alasan penting
Selain cuti karena alasan-alasan di atas, pemerintah juga menetapkan peraturan untuk cuti alasan penting lainnya yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 93 Ayat (2) dan (4). Beberapa contoh cuti untuk alasan penting adalah sebagai berikut:
- Keluarga serumah meninggal dunia: 1 hari
- Suami/istri, orang tua/mertua, anak/menantu meninggal dunia: 2 hari
- Membaptis anak: 2 hari
- Mengkhitankan anak: 2 hari
- Istri melahirkan/keguguran: 2 hari
- Menikahkan anak: 2 hari
- Karyawan menikah: 3 hari
Alasan Cuti yang Tidak Harus Diterima HRD
Setelah mengetahui beberapa cuti yang berlaku di Indonesia, Anda akan lebih mudah dan selektif dalam menerima pengajuan cuti karyawan. Seringkali, karyawan mengajukan cuti dengan berbagai alasan dan ingin segera disetujui. Namun, jika alasan mereka tidak masuk akal atau merugikan banyak pihak tentu Anda harus menolaknya. Berikut ini adalah beberapa alasan cuti karyawan yang tidak harus Anda terima:
Sakit tanpa ada kepastian kapan kembali bekerja
Seperti yang Anda ketahui, cuti karena sakit tentu diperbolehkan, apalagi jika ada surat keterangan dari dokter. Namun, jika karyawan mengajukan cuti sakit tanpa adanya kepastian kapan ia akan kembali bekerja lagi, maka Anda boleh menolak pengajuannya.
Mencantumkan durasi lama cuti tentu sangat penting agar Anda dapat menyesuaikan operasional bisnis perusahaan. Bayangkan jika ada karyawan Anda mengajukan cuti sakit secara mendadak dan tidak ada keterangan tanggal kapan ia harus kembali bekerja, tentu hal ini akan berdampak pada produktivitas karyawan maupun perusahaan.
Menurut U.S. Equal Employment Opportunity Commission, perusahaan dapat menolak permintaan cuti karena hal ini apabila ketidakpastian tersebut menyebabkan kendala dalam operasional atau biaya yang signifikan pada bisnis perusahaan. Dalam hal ini juga termasuk jika Anda kesulitan menemukan pengganti sementara untuk karyawan yang cuti tersebut. Maka, Anda berhak untuk menolak permintaan cutinya.
Menghadiri interview di perusahaan lain
Setiap perusahaan tentu tidak ingin kehilangan talenta-talenta berbakatnya. Jadi, jika ada karyawan Anda yang mengajukan cuti karena menghadiri interview di perusahaan lain, Anda tentu boleh menolaknya. Apalagi karyawan tersebut mempunyai jabatan dan peran yang penting bagi perusahaan. Selain itu, alasan ini juga dapat dianggap sebagai suatu hal yang kurang etis dan bijak untuk dilakukan. Sebagai HRD, Anda perlu melakukan pendekatan dengan karyawan tersebut, mengapa mereka ingin pindah ke lain perusahaan. Bisa jadi hal ini terjadi karena ada masalah internal pada perusahaan.
Bangun kesiangan
Alasan cuti seperti ini biasanya diajukan secara mendadak, karena jika datang ke kantor akan mendapatkan sanksi seperti pengurangan gaji. Karyawan yang mengajukan cuti dengan alasan bangun kesiangan tentu harus Anda tolak. Sebab, hal ini menunjukkan bahwa karyawan tidak profesional dan tidak disiplin waktu. Ditambah lagi dengan ketidakhadirannya secara tiba-tiba juga dapat mengganggu pekerjaan karyawan lain.
Tidak ada kendaraan
Jika karyawan mengajukan cuti karena alasan tidak ada kendaraan untuk berangkat ke kantor atau kendaraannya sedang rusak, Anda boleh saja menolak pengajuannya tersebut. Karyawan dengan alasan seperti menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai inisiatif dalam bekerja. Bahkan, perusahaan bisa menganggapnya sebagai pribadi yang malas bekerja. Sudah banyak solusi untuk masalah seperti ini, contohnya dengan menaiki kendaraan umum, memesan ojek online, atau “nebeng” teman kantor.
Beda halnya dengan karyawan yang mengalami kerusakaan kendaraan di tengah perjalanan ke kantor, misalnya ban bocor atau kecelakaan lalu lintas. Anda bisa mengizinkannya untuk mengambil cuti setengah hari untuk mereka memperbaiki kendaraannya.
Tidak mood bekerja
Sudah pasti alasan seperti ini akan ditolak oleh perusahaan manapun. Sebab, hal ini menunjukkan bahwa karyawan tidak profesional dan lepas tanggung jawab pada pekerjaannya. Jika memang suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, hingga membuat tidak bisa fokus bekerja, maka karyawan tersebut bisa mengambil cuti liburan. Tentu saja tidak bisa mendadak, harus ada perencanaan waktu yang tepat agar tidak mengganggu pekerjaannya maupun tim. Di samping itu, mereka juga harus melakukan delegasi atau mencicil pekerjaannya agar tidak menyusahkan orang lain. Baca Juga:
Ada masalah dengan atasan atau rekan kerja
Ketika mendapatkan masalah di tempat kerja tentu akan membuat kita enggan untuk datang ke kantor. Namun, bukan berarti karyawan dapat menggunakan alasan seperti ini untuk cuti. Masalah dengan atasan atau rekan kerja sebaiknya segera diselesaikan. Coba tawarkan bantuan kepada karyawan tersebut, alih-alih menyetujui pengajuan cutinya. Biasanya, mereka tidak mempunyai teman cerita hingga memilih untuk tidak datang ke kantor. Dalam hal ini, tunjukkan bahwa Anda terbuka untuk menjadi tempat cerita dan bila perlu berikan solusi bagi mereka.
Liburan ketika pekerjaan menumpuk
Setiap karyawan tentu berhak untuk mendapatkan jatah cuti untuk liburan. Namun, mereka harus memperhatikan kondisi perusahaan sebelum mengajukan cuti kepada HRD. Jika kondisi perusahaan sedang sibuk-sibuknya, misalnya mendapatkan proyek besar atau peluncuran produk baru, dan karyawan tersebut mempunyai peran besar di dalamnya, maka Anda dapat menolak permintaan cutinya.
Hal ini pastinya akan merugikan banyak pihak, terutama rekan satu timnya. Mereka pasti akan kesusahan untuk men-handle tugas orang lain ketika mereka sendiri juga sedang banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, sebaiknya karyawan tidak mengambil cuti di tengah hectic-nya pekerjaan, kecuali jika memang bisa ia selesaikan lebih awal tanpa berdampak pada pekerjaan orang lain.
Cara Menolak Permintaan Cuti Karyawan
Walaupun karyawan Anda memberikan alasan cuti yang tidak masuk akal atau kurang tepat, Anda tidak bisa serta-merta langsung menolaknya. Ada beberapa cara yang harus Anda lakukan, di antaranya yaitu:
Lakukan analisis
Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menganalisa permintaan cuti karyawan. Apakah ketidakhadiran karyawan tersebut mengganggu produktivitas karyawan lainnya atau tidak. Jika iya, maka Anda harus menolak permintaan cutinya, apalagi tidak ada pengganti sementara yang bisa membackup tugas-tugasnya.
Tetapkan alasan
Pastikan Anda tidak menunjukkan sikap pilih kasih atau tidak adil dengan menolak permintaan cuti karyawan berdasarkan faktor pribadi. Berikan alasan yang wajar, masuk akal, dan sesuai kondisi di lapangan. Contohnya sebagai berikut:
- Pekerjaan tidak bisa ditanggung atau di-handle oleh karyawan lain
- Perusahaan tidak bisa mempekerjakan staf tambahan dalam waktu yang singkat
- Permintaan pelanggan terpengaruh secara negatif
- Kinerja perusahaan terpengaruh secara negatif
Tolak secara pribadi
Sebaiknya tolak pengajuan cuti karyawan secara langsung jika memungkinkan. Ajak mereka untuk berdiskusi dan jelaskan mengapa perusahaan tidak bisa menyetujui permintaannya. Dengan cara ini, Anda bisa mencoba mendiskusikan kapan waktu alternatif lainnya yang bisa mereka gunakan untuk cuti.
Jangan membiarkan mereka mengambil cuti sekaligus, sebab akan berdampak pada pekerjaan karyawan lainnya, yang akhirnya membuat karyawan lain mempunyai beban pekerjaan yang lebih besar. Rekomendasikan jumlah cuti yang tepat untuk mereka gunakan dalam periode tertentu.
Selain itu, untuk alasan cuti seperti bangun kesiangan, tidak mood bekerja, atau mempunyai masalah dengan atasan, juga bisa Anda diskusikan dengan mereka. Apa yang menyebabkan mereka seperti itu, dan tawarkan solusi untuk menyelesaikannya.
Nah, itulah beberapa alasan cuti karyawan yang bisa Anda tolak. Pastikan Anda memberikan alasan penolakan yang jelas kepada karyawan agar mereka mengerti. Ingin tahu informasi menarik lainnya seputar HRD, bisnis, dan karir? Yuk, kunjungi blog MyRobin sekarang juga!