Search
Close this search box.

Fenomena Quiet Firing dalam Startup: Apakah Merugikan Karyawan?

Fenomena Quiet Firing

Istilah quiet firing sudah cukup familiar bagi HR yaitu konsep memberhentikan karyawan secara diam-diam. Di perusahaan startup banyak human resources melakukan pemecatan tenaga kerja karena berbagai alasan. Simak penjelasan di sini untuk mengetahui dampak dan solusi alternatif mencegah quiet firing. 

Mengenal fenomena quiet firing

Quiet firing adalah istilah yang menggambarkan dimana HR melakukan pemecatan terhadap karyawan secara diam-diam. Karyawan bisa dibuat merasa tidak nyaman menjalani perannya, hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk resign. 

Manajer perekrutan bisa saja melakukan hal di bawah ini untuk menciptakan suasana yang tidak nyaman, seperti:

  • Menetapkan target yang tidak realistis
  • Menunda kenaikan gaji yang layak
  • Tidak memberikan akses pengembangan dan pelatihan pada karyawan
  • Menetapkan tanggung jawab yang besar pada rekan kerja lain
  • Jarang memberikan umpan balik 
  • Terlalu sering memberikan kritikan yang tidak membangun
  • Membuat target atau tugas yang kurang detail
  • Tidak menghargai kontribusi karyawan
  • Menganggap karyawan tidak ada

Pemecatan secara diam-diam dinilai merugikan tenaga kerja. Berdasarkan HR Trend Institute, survei di LinkedIn mengungkapkan 40% dari karyawan pernah menjadi korban pemecatan diam-diam. 

Supervisor menciptakan lingkungan yang tidak kondusif dan aman bagi pekerja, sehingga mendorong mereka mengundurkan diri secara sukarela. 

Adanya pemecatan secara diam-diam juga dianggap sebagai bentuk kegagalan perusahaan dalam memfasilitasi karyawan pelatihan, dukungan, dan pengembanga karier. 

Mengapa perusahaan melakukan quiet firing

Fenomena quiet firing bukan hal baru di dunia kerja, melakukan pemecatan diam-diam sudah ada sejak lama karena manajemen perusahaan yang buruk. Berikut ini beberapa alasan manajer perekrutan melakukan quiet firing. 

1. Mengurangi pengeluaran 

Salah satu alasan pemecatan secara diam-diam adalah mengurangi anggaran. Perusahaan yang mengalami masalah finansial berpotensi melakukan quiet firing, sehingga tidak perlu melakukan PHK dan membayar pesangon. 

Karyawan dengan gaji tinggi berisiko menjadi korban pemecatan secara diam-diam dan perusahaan bisa saja merekrut karyawan dengan pengalaman minim karena berbiaya rendah. 

2. Potensi karyawan yang tidak menguntungkan

Perusahaan bisa melakukan pemecatan diam-diam karena karyawan memiliki performa buruk dan tidak memberikan kontribusi menjanjikan dibanding karyawan lain. 

Perusahaan memutuskan untuk tidak menginvestasikan lebih banyak waktu atau energi pada karyawan yang tidak membawa keuntungan bagi perusahaan. 

Namun, penyebab karyawan gagal memenuhi harapan perusahaan bukan hanya karena kurangnya kemampuan dan motivasi. 

Akan tetapi, bisa pula di latar belakangi oleh minimnya dukungan atau gaya manajemen yang berbeda. 

3. Kurangnya wawasan manager tentang quiet firing

Faktor yang mempengaruhi quiet firing bisa karena manajer yang tidak berpengalaman. Salah satu tugas manajer adalah mendukung tim, tetapi jika manajer kurang berpengalaman mereka bisa merasa kewalahan memimpin tim. 

Pelatihan kepemimpinan diperlukan agar manajer bisa menjalankan manajemen manusia yang optimal. Bekal pengetahuan tentang praktik kepemimpinan, mencegah pemecatan secara diam-diam, membangun hubungan yang sehat, dan menemukan solusi alternatif di situasi menantang. 

4. Menghindari situasi sulit dengan karyawan 

Faktor penyebab quiet firing adalah perusahaan atau atasan tidak ingin terlibat konflik dengan karyawan. Lantaran menghindari percakapan yang sulit dengan karyawan, atasan memilih melakukan pemecatan secara diam-diam. 

5. Menjaga reputasi baik perusahaan 

Pemecatan diam-diam dianggap sebagai solusi tepat untuk mengurangi karyawan, daripada melakukan PHK massal karena tidak mencemarkan reputasi perusahaan. 

Ketika perusahaan memecat massal karyawan, media akan meliput hal tersebut dan memublikasikan berita secara luas. 

Perusahaan terlihat sebagai orang jahat apabila memecat karyawan, tetapi jika karyawan itu mengundurkan diri secara sukarela, media tidak akan menjadikannya sebagai berita utama. 

6. Masalah internal 

Penyebab pemecatan secara diam-diam juga bisa karena konflik pribadi antara atasan dengan karyawan. Misalnya, kepribadian dan gaya kerja yang bersangkutan tidak sesuai keinginan atasan. Alhasil, atasan tidak menyukai anggota tim tersebut, sehingga menghalalkan berbagai cara agar karyawan mengundurkan diri. 

7. Mengalami hambatan komunikasi digital

Penyebab pemecatan secara tiba-tiba turut terjadi karena hambatan komunikasi digital. Opsi bekerja dari rumah maupun remote, tidak menumbuhkan hubungan yang solid antara atasan dan bawahan seperti tatap muka. Hal ini menyebabkan kerenggangan hubungan dan membuat mereka menjadi jauh satu sama lain. 

Cara HR mencegah quiet firing

Human resource merupakan jembatan antara atasan dengan staf bawah. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah pemecatan secara diam-diam yaitu: 

1. Melatih manajer untuk terhubung dengan timnya 

Memberikan manajer pelatihan kepemimpinan. Manajer bisa berasal dari karyawan staf yang dipromosikan. Seringkali mereka kurang menguasai keahlian memimpin yang baik sehingga mempengaruhi tim di dalamnya. 

Human resources bisa membuat program pelatihan untuk membantu manajer percaya diri, memiliki komunikasi yang baik, serta terhubung dengan anggota tim. 

Berbekal keahlian tersebut, manajer tidak mengambil jalur pasif-agresif saat menghadapi masalah. Manajer mungkin memerlukan sesi pendampingan, feedback, dan dukungan pencapaian tujuan. 

2. Lakukan “wawancara tetap” secara teratur

Wawancara berkala bertujuan untuk memahami kinerja karyawan secara keseluruhan. Praktisi HR dapat mewawancarai langsung staf, agar mereka merasa didengar dan dihargai. 

Melalui wawancara, perusahaan memberikan ruang aman untuk mendiskusikan perasaan karyawan, membangun kepercayaan, dan memvalidasi kebutuhan setiap staf. Pertanyaan yang diajukan meliputi:

  • Apa yang Anda sukai dan tidak sukai dari peran Anda?
  • Apa tujuan karir masa depan Anda?
  • Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengalaman Anda dengan perusahaan?
  • Apa yang mendorong Anda untuk terus bekerja di perusahaan?

3. Tetapkan dan komunikasikan ekspektasi yang jelas

Komunikasi jujur dan terbuka merupakan cara mencegah pemecatan secara diam-diam. Informasikan kepada karyawan apa yang telah melakukan dengan benar, apa yang perlu diperbaiki, dan dipertahankan. 

Manajer dapat menetapkan tujuan yang realistis, agar karyawan termotivasi untuk maju tanpa mengalami kelelahan dengan ekspektasi. 

Lingkungan kerja yang sehat menjunjung komunikasi terbuka, penyelesaian lewat diskusi, dan mengekspresikan akuntabilitas sebagai pemimpin. 

Komunikasi terbuka menciptakan hubungan yang saling percaya, keterlibatan, dan akuntabilitas antara atasan dengan anggota timnya. 

4. Ciptakan budaya tempat kerja yang mendukung

Lingkungan kerja yang mendukung mampu menurunkan risiko tertekan pada pekerja. HR mungkin bisa membangun program dukungan kesehatan mental untuk menjaga kesejahteraan karyawan. Selain itu, menghindari faktor pemicu lingkungan toxic yang mengganggu keharmonisan lingkungan kerja. 

5. Menciptakan peluang untuk umpan balik

Karyawan memerlukan feedback untuk menilai kinerjanya selama bekerja. Praktisi HR perlu mengevaluasi performa karyawan, agar mereka mengetahui apa yang sudah baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan demi mendukung kemajuan secara keseluruhan. Adanya evaluasi membuat mereka merasa dihargai dan terlibat dengan perusahaan. 

6. Mengapresiasi tidak hanya hanya memberikan kritik

Kritikan berguna untuk membantu karyawan jadi lebih baik lagi, begitu pula dengan pujian. Dengan memberikan apresiasi, karyawan merasa dihargai dan lebih terlibat dengan pekerjaannya. Terlalu banyak kritikan mampu membuat karyawan putus asa dan rendah diri, sehingga mempengaruhi kinerjanya. 

7. Mendorong percakapan sulit

Melalui pelatihan yang diberikan, HR dapat mendorong manajer melakukan percakapan yang sulit, seperti membahas kinerja anggota timnya yang buruk pada yang bersangkutan. Hal ini akan menghindari rasa kecewa yang terus-menerus dan mengarah pada pemecatan secara diam-diam.

8. Memberikan ruang bagi karyawan untuk melapor

Dampak quiet firing adalah membuat karyawan seolah-olah melakukan kesalahan dan tampak seperti penyebab masalahnya. Padahal, ada berbagai faktor dari pemecatan secara diam-diam. 

Perlakuan tidak adil dan semena-mena atasan bisa membuat karyawan tertekan, sehingga mereka tidak memiliki pilihan selain mengundurkan diri. 

Praktisi HR perlu memberikan ruang yang aman bagi karyawan melapor, kemudian mengamati serta melakukan tindakan untuk mencegah pemecatan diam-diam. 

9. Lakukan wawancara keluar

Exit interview menjadi cara untuk mencegah quiet firing berkelanjutan. HR dapat mencari tahu mengapa karyawan mengundurkan diri lewat pertanyaan wawancara. 

Cara ini akan membantu membenahi praktik yang kurang tepat dan mungkin dilakukan oleh manajer. Sesi wawancara juga bisa didokumentasikan dan menjadi bahan untuk perbaikan di masa mendatang. 

10. Aktifkan transfer lateral

Transfer lateral adalah cara mencegah pemecatan diam-diam. Memindahkan karyawan di divisi lain bisa menjadi opsi. Pasalnya, beberapa karyawan bisa berkembang karena mendapat supervisor dengan gaya kepemimpinan yang tepat dan sesuai. 

11. Pelajari mengapa hal ini terjadi

Langkah terakhir adalah mencari tahu penyebab pemecatan secara diam-diam. Apabila karena karyawan kurang tampil baik dalam bekerja maka HR dapat mempelajari faktor penyebabnya. Bisa saja karyawan tidak memiliki dukungan, bimbingan, dan sumber daya yang diperlukan untuk bekerja dengan baik. 

Dampak bagi quiet firing di perusahaan 

Pemecatan secara diam-diam tampak seperti opsi tepat, tetapi adanya quiet firing bisa menjadi boomerang bagi perusahaan, diantaranya: 

1. Menyia-nyiakan potensi yang ada 

Dampak pemecatan secara diam-diam adalah perusahaan menyia-nyiakan talenta yang ada. Karyawan potensial memerlukan waktu berkembang, perusahaan mungkin perlu menunggu beberapa bulan lagi, agar mereka berhasil dan menjadi aset berharga. 

Namun, dengan adanya quiet firing karyawan justru meninggalkan resign dan beralih ke perusahaan lain. Hal ini juga membuang waktu bagi HR karena harus menemukan kandidat lain yang cocok sebagai pengganti yang mungkin tidak berpengalaman seperti karyawan sebelumnya. 

2. Berkurangnya moral karyawan 

Rumor pemecatan secara diam-diam akan mempengaruhi semangat kerja karyawan yang bersangkutan maupun rekan kerjanya. Karyawan yang menjadi target quiet firing tentu merasa putus asa dan kehilangan motivasi. Performa orang tersebut bisa terus menurun. 

3. Kerja sama tim yang buruk 

Pemecatan diam-diam turut berdampak pada karyawan lain. Akibat salah satu karyawan menjadi korban, dia tidak dapat menjalankan perannya dengan baik. Alhasil, mengganggu produktivitas tim. 

4. Menghambat proses perekrutan 

Kabar perusahaan melakukan quiet firing cepat tersebar luas di telinga pencari kerja. Akibatnya, citra perusahaan bisa rusak dan tidak banyak talenta berbakat yang tertarik melamar. Alhasil, perusahaan kesulitan mencari pengganti atau karyawan untuk mengisi posisi baru. Memperbaiki reputasi perusahaan bukan hal mudah, oleh karena itu isu pemecatan diam-diam harus dihindari. 

Quiet firing dalam startup maupun perusahaan umum bukan solusi untuk mengurangi beban pengeluaran maupun mengatasi masalah internal. Membangun komunikasi terbuka dengan karyawan dan memberikan fasilitas yang diperlukan merupakan opsi untuk mencegah adanya pemecatan secara diam-diam.

Selain itu dibanding merekrut kandidat secara internal yang berakhir pada fenomena quiet firing, outsourcing dapat menjadi solusi efektif permenuhan kebutuhan atas tenaga kerja Anda.

Salah satu manfaat utama dari outsourcing adalah efisiensi biaya. Perusahaan dapat menghemat biaya operasional dengan mengontrak pihak ketiga. Hal ini termasuk mengurangi biaya pelatihan, dan biaya administrasi yang terkait dengan perekrutan dan pengelolaan sumber daya manusia.

Selain itu, outsourcing juga dapat membantu perusahaan untuk fokus pada kegiatan inti bisnis. Dengan mempercayakan tugas-tugas non-inti kepada penyedia layanan eksternal, perusahaan dapat lebih fokus pada pengembangan bisnis, peningkatan produk atau layanan, serta inovasi.

Anda dapat memilih MyRobin sebagai penyedia jasa layanan outsourcing on-demand terpercaya. Kami dapat menyalurkan pekerja profesional dari berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan Anda kurang dari 24 jam. Pelajari selengkapnya produk dan layanan MyRobin disini!

Temukan artikel menarik seputar bisnis, pekerja, dan HR lainnya di blog MyRobin!

Rekrut dan kelola pekerja TANPA RIBET

Didukung dengan teknologi modern yang terintegrasi. Rekrut tenaga kerja profesional dan berkualitas

Bagikan artikel ini:
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Pinterest
Artikel terkait

Terima beres! rekrut hingga penggajian

en_USEN