Istilah coffee badging cukup populer pasca Covid-19. Parahnya, fenomena ini dilakukan banyak karyawan sebagai bentuk protes, atas permintaan perusahaan untuk kembali bekerja di kantor.
Menurut survei Owl Labs baru-baru ini melansir Forbes terhadap 2.000 pekerja penuh waktu di Amerika Serikat, hampir 60% pekerja hybrid mengaku melakukan coffee badging.
Lalu apa alasan dibalik coffee badging dan bagaimana HR menanggapinya? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.
Memahami coffee badging
Coffee badging merujuk pada karyawan yang datang ke kantor untuk hadir–beberapa dari mereka menghabiskan waktu sejenak mengobrol dengan rekan kerja atau minum kopi, sebelum pergi meninggalkan kantor untuk kemudian bekerja dari jarak jauh.
Istilah ini digunakan pada karyawan yang datang ke kantor hanya untuk mengisi presensi, tetapi meninggalkan kantor dan bekerja di tempat lain. Misalnya rumah, coffee shop, ataupun working space.
Awalnya, fenomena ini bermula ketika perusahaan meminta karyawan kembali bekerja di kantor alias back to office. Alasannya karena Covid-19 sudah tidak ada dan sudah memasuki era new normal, di mana semua kegiatan perusahaan kembali seperti semula.
Namun, karyawan yang tidak senang dengan keputusan tersebut akhirnya melakukan coffee badging sebagai win-win solution antara mereka dengan perusahaan. Mungkin Anda juga tertarik untuk membaca: Work From Anywhere (WFA) vs WFO, Mana Lebih Efisien bagi Karyawan?
Mengapa karyawan melakukan coffee badging
Berdasarkan HR Morning, ada beberapa alasan mengapa karyawan melakukan coffee badging. Sebagian tidak berpengaruh buruk pada pekerjaan, sedangkan sebagian lainnya bisa mempengaruhi budaya di perusahaan, diantaranya:
1. Karyawan diberi imbalan atas hal yang salah
Karyawan memiliki persepsi yang salah atas reward yang perusahaan berikan. Terkadang untuk diperhatikan, diakui, dan dihargai adalah dengan terlihat di kantor. Jadi, karyawan hanya datang untuk mengisi presensi (daftar kehadiran) lalu pergi meninggalkan tempat kerja.
Apabila karyawan tidak menunjukkan muka, mereka tidak akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik atau dipertimbangkan untuk promosi. Persepsi yang salah ini akhirnya menyebabkan fenomena coffee badging.
2. Karyawan merasa tertekan
Datang ke kantor menghabiskan waktu lebih banyak bagi karyawan. Hal ini karena karyawan perlu bersiap-siap, melalui perjalanan untuk sampai ke kantor, dan bersosialisasi dengan rekan kerja.
Alhasil, karyawan merasa kehilangan waktu berharga dan tertekan karena menghabiskan waktu lebih lama di jalan daripada mengerjakan pekerjaan mereka.
3. Adanya aturan kembali ke kantor
Tidak semua karyawan senang dengan kebijakan kembali ke kantor, terutama jika lingkungan kerja toxic dan tidak produktif.
Jadi, meskipun mereka datang ke kantor, tetapi karyawan tidak ingin bersosialisasi dengan rekan kerja atau berlama-lama di kantor.
Beberapa hanya datang dan tidak menyelesaikan pekerjaan, sedangkan sebagian lainnya meninggalkan kantor dan bekerja di tempat yang lebih produktif.
4. Tidak ada alternatif lain
Karyawan tidak memiliki pilihan lain selain datang ke kantor. Walaupun mereka tidak senang dengan ide WFO, tetapi karyawan tetap datang untuk memenuhi permintaan tersebut.
Anthony Nyberg, direktur Pusat Suksesi Eksekutif di Darla Moore School of Business di Universitas South Carolina menjelaskan, “Karyawan perlu memahami bahwa ada hal-hal positif yang dapat terjadi ketika mereka berada di kantor dan tidak terjadi ketika mereka tidak berada di kantor,” katanya melansir HR Morning.
5. Tidak menyukai pekerjaannya
Kurangnya keterlibatan karyawan dengan pekerjaan bisa menyebabkan coffee badging. Parahnya, dapat merugikan perusahaan jangka panjang.
Karyawan tipe ini mengerjakan pekerjaan paling sedikit dan kembali ke rumah dengan bayaran yang sama seperti karyawan lainnya.
6. Lebih produktif bekerja di luar kantor
Coffee badging merupakan trend baru merespon kebijakan kembali ke kantor. Sebagian orang yang melakukan coffee badging merasa lebih produktif bekerja di rumah daripada harus ke kantor.
Alasannya, karena perjalanan yang jauh dan kemacetan yang menghabiskan waktu mereka. Di samping itu, pengeluaran untuk transportasi juga jauh lebih irit daripada harus datang ke kantor setiap hari.
Dampak coffee badging
Trend coffee badging merupakan respons atas kebijakan return to office yang perusahaan terapkan. Alih-alih menciptakan tempat kerja yang fleksibel dan positif, perusahaan justru mewajibkan karyawan untuk WFO.
Coffee badging terbentuk karena adanya ketidak selarasan antara kebutuhan karyawan dengan apa yang perusahaan berikan dan harapan pemberi kerja. Di samping itu, kurangnya komunikasi dan kepercayaan dari kedua belah pihak turut mendukung respon tersebut berkembang.
Dampak adanya coffee badging bagi individu maupun organisasi adalah mengurangi inovasi, kolaborasi, keterlibatan, loyalitas, berkurangnya waktu rapat tim, hingga menurunnya lingkungan kerja suportif.
Siapa yang berpotensi melakukan coffee badging?
Seorang pakar karier dalam Fox 5 New York, Greg Giangrande kepada Richard Giacovas tidak menyarankan lulusan baru melakukan coffe badging, “Jika Anda seorang coffee badger dan Anda hanya muncul selama satu atau dua jam, atasan akan mengetahuinya dan berakhir dengan pemecatan.”
Dalam survei Owl Labs juga ditemukan bahwa laki-laki cenderung melakukan coffee badging dibanding perempuan di generasi milenial.
Cara menghadapi perilaku coffee badging karyawan
Meskipun coffee badging tidak selalu berpengaruh pada pekerjaan, tetapi perusahaan bisa mengambil langkah untuk menghindari karyawan melakukan coffee badging, seperti:
1. Membangun komunikasi terbuka
Membangun komunikasi terbuka merupakan cara efektif untuk mengetahui kebutuhan karyawan, kemudian menyelaraskannya dengan ekspektasi perusahaan. Menurut HR Morning, transparansi dan daya tanggap perusahaan adalah hal yang paling dihargai oleh pekerja dalam suatu pekerjaan.
Perusahaan perlu menciptakan saluran khusus agar karyawan dapat menyampaikan feedback yang jujur dan tanpa rasa intimidasi. Di samping itu, pahami preferensi spesifik tim dan eksplorasi cara kerja baru yang lebih efektif.
2. Prioritaskan hasil daripada kehadiran
Berfokus pada outcome daripada sekadar kehadiran di kantor merupakan cara mencegah coffee badging. Atasan perlu merubah perspektif, dalam memberikan penilaian kinerja perlu didasarkan atas hasil bukan waktu tatap muka (kehadiran). Kedekatan dengan rekan kerja juga bisa menyebabkan bias saat penilaian kinerja.
3. Memberikan karyawan lebih banyak fleksibilitas
Pertimbangkan memberi kesempatan bekerja hybrid, di mana karyawan bisa bekerja dari kantor dan di rumah secara bergantian. Beberapa karyawan merasa lebih produktif bekerja di rumah daripada di kantor karena lingkungan dan fasilitas yang kurang mendukung pekerjaan.
4. Menyediakan fasilitas
Perusahaan perlu mengevaluasi fasilitas di kantor. Apabila fasilitas kerja milik karyawan lebih nyaman dan memadai, maka tidak heran jika mereka lebih senang bekerja dari rumah daripada datang ke kantor. Akan sulit untuk membujuk karyawan datang ke tempat kerja, jika fasilitas tidak mendukung mereka untuk produktif.
5. Memberikan personal learning opportunity and development
Cara meyakinkan karyawan agar mau kembali ke kantor adalah menawarkan penawaran menarik. Misalnya, kesempatan learning and development yang berkaitan dengan karier.
Hal yang dilarang dilakukan untuk menghilangkan coffee badging
Walaupun tidak merugikan perusahaan secara langsung, tetapi banyak dari atasan tidak menyukai sikap ini. Alhasil, mereka mencoba menghentikan coffee badger dengan cara yang salah.
Contohnya, memonitori karyawan diam-diam dengan memasangkan software pengintai sehingga atasan dapat melihat aktivitas karyawan selama di rumah. Apakah mereka menjalani tanggung jawabnya atau tidak.
Melansir situs Forbes, cara ilegal yang mungkin dilakukan atasan untuk mengetahui aktivitas karyawan yaitu:
- GPS tracking untuk mengetahui lokasi karyawan saat di luar maupun jam kantor
- Time tracking software untuk mengetahui banyaknya waktu yang karyawan gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
- Employee monitoring software untuk melacak aktivitas online, seperti penggunaan internet dan email
Coffee badging tidak selalu buruk bagi pekerjaan. Namun, HR perlu memahami fenomena tersebut agar bisa mengambil langkah tepat untuk menghadapi trend coffee badging. Temukan artikel menarik seputar HRD dan pekerja lainnya di blog MyRobin.