Menyimpan semua uang ke dalam satu rekening atau membaginya ke beberapa rekening yang berbeda sesuai dengan kegunaannya, merupakan strategi yang tepat untuk mengelola keuangan. Namun tahukah anda bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari mental accounting?
Jika sudah pernah atau bahkan sering melakukan hal yang disebutkan di atas, simak artikel di bawah ini untuk menjelaskan apa itu mental accounting.
Apa itu mental accounting?
Richard Taller, seorang ekonom Amerika dan Profesor Ilmu Perilaku dan Ekonomi Charles R. Walgreen Distinguished Service di University of Chicago Booth School of Business, mengembangkan mental accounting atau akuntansi mental adalah sebuah kondisi atau perilaku psikologis dimana seseorang melakukan tindakan untuk mengkategorikan dan mengevaluasi hasil ekonominya.
Sederhananya, mental accounting adalah strategi pengendalian diri untuk mengelola dan melacak pengeluaran dan sumber daya mereka.
Setiap orang memiliki tingkat kebutuhan dan gaya hidup yang berbeda. Begitu juga dengan penghasilannya. Ada yang memiliki penghasilan yang tinggi, namun kebutuhan dan gaya hidup yang rendah. Begitu pun sebaliknya, ada yang memiliki penghasilan rendah, namun kebutuhan dan gaya hidupnya yang tinggi.
Membagi uang yang didapatkan dari penghasilan dan kerja keras untuk memenuhi standar gaya hidup dan kebutuhan adalah salah satu contoh dari mental akuntansi itu sendiri.
Misalnya, seseorang baru menerima gaji di awal bulan, kemudian orang tersebut langsung melakukan pembagian alokasi terhadap gajinya. Contoh, Rp2 juta untuk biaya hidup, Rp500 ribu untuk membayar cicilan motor, dan Rp400 ribu untuk membayar tagihan listrik, sedangkan Rp1 juta untuk investasi, dan sisanya untuk dana darurat.
Penggambaran di atas merupakan bentuk dari akuntansi mental. Yang mana dalam prosesnya, seseorang telah membagi penghasilannya ke berbagai bentuk akun yang memiliki peran berbeda-beda.
Maka dalam ini, akuntansi mental dapat juga dikatakan sebagai proses budgeting. Karana secara langsung dan sadar, orang tersebut telah memperlakukan uang secara berbeda.
Mental accounting dalam kehidupan sehari-hari
Pernahkan anda menerima sejumlah uang dari hasil undian, lotre, atau sejenisnya? Lalu menghabiskan uang tersebut untuk bersenang-senang dengan cara membeli sesuatu yang mahal dan menganggap dari hasil undian merupakan uang keberuntungan? Yang membuat anda membelanjakan uang keberuntungan untuk membeli barang mewah maupun terkenal.
Hal itulah yang dimaksud dengan akuntansi mental. Karena secara sadar, anda telah memberi kesan penilaian yang berbeda terhadap uang. “Uang ini hanya hasil dari mendapatkan sebuah undian. Kapan lagi bisa mendapatkan rejeki seperti ini?”
Berdasarkan pemikiran di atas, secara tidak langsung anda akan memperlakukan uang keberuntungan dengan cara yang berbeda ketimbang dengan gaji pokok. Maksudnya adalah, uang yang didapat dari hasil undian akan anda habiskan dalam sekejap untuk membeli barang yang sebenarnya tidak begitu penting, daripada anda habiskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, anda sangat berhati-hati dalam menjaga dan menggunakan gaji yang diperoleh dengan menggunakan hasil dari kerja keras dan keringat sendiri.
Akuntansi mental dapat menjadi keputusan yang irasional.
Dalam hal ini, akuntansi mental dapat menjadi keputusan yang irasional. Sebab seseorang akan memiliki sebuah kecenderungan untuk merasakan dan mengelompokkan uang dengan cara yang berbeda dari hasil keringat dan hadiah, pertama.
- Yang kedua adalah dalam perlakuannya terhadap uang, maka anda memiliki kecenderungan dalam memperlakukan uang secara berbeda tergantung dari mana asalnya.
Seperti contoh yang terjadi di atas. Seseorang akan berhati-hati dalam mengatur pengeluaran dari hasil gaji, sementara yang lainnya akan berlaku semena-mena terhadap uang yang diterima dari hasil hadiah yang bisa dikatakan sebagai “uang keberuntungan”.
- Ketiga adalah mengontrol, mengevaluasi, serta membuat strategi baru berdasarkan pengeluaran setiap bulan atau dalam periode waktu yang tidak tentu.
Contohnya adalah ketika seseorang telah mendapatkan gaji ke-13, maka dalam periode satu tahun sekali, dirinya akan mengevaluasi pengeluaran. Sehingga untuk uang yang masuk ke rekening seperti Tunjangan Hari Raya dan tunjangan-tunjangan lain, akan terkesan seperti tidak terkontrol.
Aktivitas akuntansi mental, bisa terbilang masuk akal, tetapi mengakibatkan perilaku yang tidak logis. Pasalnya, seseorang yang mengalami akuntansi mental cenderung memperlakukan uang seperti apa yang mereka inginkan.
“Biarkan uang yang tidak seberapa dan didapat dengan cara mudah, hilang digunakan untuk membeli apa yang diinginkan,” Adalah sebuah contoh pernyataan dari bias akuntansi mental. Pada dasarnya, semua uang adalah sama.
Tidak ada perbandingan untuk memperlakukan dengan cara yang berbeda antara uang satu dan lainnya. Tidak ada pula pernyataan seperti uang keberuntungan, uang keamanan, dan lain-lain yang dapat memberi nilai terhadap uang tersebut.
Richard H. Thaler, dalam Journal of Behavioral Decision Making (1999) menyebutkan bahwa “…Money in one mental account is not a perfect substitute for money in another account. Because of violations of fungibility, mental accounting matters.”
Uang yang berada di dalam satu rekening bukanlah sesuatu yang menjadikannya sempurna apabila uang tersebut dibagikan di rekening lain. Akan tetapi, hal tersebut akan menjadi penting karena pelanggaran kesepadanan.
Mengapa kita melakukan akuntansi mental?
Setiap orang memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas akuntansi mental. Namun, hal tersebut justru bergantung dengan faktor-faktor yang menyebabkan orang tersebut untuk melakukan perilaku tersebut. Misalnya faktor tujuan, faktor asal-usulnya, latar belakang yang mendasari perilaku tersebut, serta lingkungan dan gaya hidup.
Apakah perilaku mental accounting berbahaya?
Perilaku akuntansi mental bisa dikatakan berbahaya. Karena dari perilaku dan cara berpikir seperti yang sudah disebutkan diatas, lambat laun akan terasa sedikit tidak masuk akal dan bahkan dapat merugikan orang tersebut secara perilaku ekonominya.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa setiap nilai mata uang adalah sama. Maka dalam memperlakukan uang pun juga sebaiknya tidak perlu dibeda-bedakan berdasarkan nilai dan kegunaannya.
Bagaimana cara mencegah akuntansi mental?
Cara mencegah akuntansi mental adalah dengan memperlakukan uang sebagai sesuatu yang dapat ditukarkan, tidak memberi sebuah label, dan memperlakukan uang sebagaimana mestinya.
Menganggap uang sebagai benda yang tidak penting berdasarkan asal usulnya, melabeli-nya dengan sebutan “uang keberuntungan”, justru akan membawa masalah yang lebih besar seperti gagalnya tata cara pengelolaan uang dengan tepat.
Melansir Indeed, ada 3 cara menghindari akuntansi mental yaitu:
1. Membuat rencana keuangan
Akuntansi mental dapat menyulitkan Anda untuk membelanjakan uang, sebab selalu merasa ragu dan bersalah apabila menggunakannya untuk berbelanja. Namun, membuat rencana keuangan dengan budgeting dapat membantu mengalokasikan dana sesuai kebutuhan dan mengurangi mental accounting.
2. Menggunakan uang tunai untuk pembelian jumlah besar
Menggunakan uang tunai untuk pembelian dalam jumlah besar membantu Anda menghindari akuntansi mental. Beberapa orang memilih menggunakan kartu kredit untuk membeli barang mahal, meskipun mereka memiliki uang tunai dalam rekening tabungan. Walaupun membuat uang di rekening tabungan aman, tetapi penggunaan kartu kredit berisiko menumpuk utang karena bunga yang tinggi.
Apakah perilaku akuntansi mental dapat menyebabkan efek psikologis?
Akuntansi mental dapat menyebabkan kekeliruan dalam penalaran yang tidak valid secara logika. Dan juga pola penyimpangan sistematis dari rasionalitas dalam penilaian sebuah benda, yang memiliki keterlibatan seperti pengeluaran yang berlebihan.
Apa itu mental discounting?
Mental discounting adalah proses atau kegiatan mental yang membuat seseorang dapat menilai, menghubungkan, atau mempertimbangkan nilai jual beli suatu barang.
Dalam perilakunya, mental discounting dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah motivasi, tujuan, serta niat yang kuat.
Selain itu, self discipline, hard work, smart work, dan manajemen waktu adalah faktor lain yang bisa menjadi pengaruh dari adanya mental diskon tersebut.
Sederhananya, mental discounting adalah sebuah strategi yang sering dilakukan oleh berbagai macam perusahaan untuk menetapkan sebuah harga produk untuk menciptakan efek psikologis bagi para pelanggannya.
Sehingga dalam hal ini, perusahaan dapat daya tarik kepada pelanggan akibat efek psikologis yang diterima oleh pelanggan tersebut.
Proses yang terjadi pada mental diskon ini memerlukan sebuah eksploitasi tinggi terkait kemampuan seseorang dalam informasi keuangan dan non keuangan, pengetahuan tentang investasi, dan teknik serta pembelajaran terkait investasi.
Contoh mental discounting dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya kita sering melihat sebuah barang yang menarik di pasar maupun online shop dengan harga yang tidak bulat. Contoh jam tangan seharga Rp99.000, bukan Rp100.000. orang menganggap bahwa nilai 99 lebih kecil dibandingkan dengan nilai 100.
Dengan sebuah merk jam tangan, penetapan harga sebagai sebuah penilaian perbandingan akan bekerja lebih baik. Maka efeknya adalah psikologis pelanggan yang tertarik dengan nilai harga dari jam tangan tersebut, dibandingkan dengan nilai kualitas yang dimiliki oleh jam tangan itu sendiri.
Apakah mental discounting memberikan efek yang baik?
Mental diskon memberikan efek yang baik terhadap pengelolaan keuangan. Namun dalam jangka panjang, dampak dari mental diskon ini dapat berpengaruh terhadap nilai dari kualitas barang itu sendiri.
Bagaimana cara mencegah mental diskon?
Cara mencegah mental diskon adalah dengan pola pemikiran “Ada harga, ada kualitas”. Dengan pola pemikiran yang seperti ini, orang-orang akan lebih memperhatikan kualitas barang, ketimbang harganya.
Apabila suatu barang terlihat murah, bisa jadi barang tersebut mempunyai kualitas yang minimal, maka dalam penggunaannya, barang tersebut bisa jadi mudah rusak atau tidak awet jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Maka, diperlukan pengeluaran di kemudian hari yang sebenarnya kita hanya terus membeli barang tersebut. Hingga pada akhirnya, hal itu akan menyebabkan pemborosan terhadap pengeluaran kita di kemudian hari.
Sebagai catatan bahwa biasanya, seseorang dengan perilaku mental accounting juga dapat berpengaruh dengan mental discounting. Pasalnya, dalam melakukan penjualan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan merk dagang, akan memberikan efek psikologis bagi para pelanggannya.
Maka dalam hal ini, bagi seseorang yang memiliki pola perilaku mental accounting diharapkan agar lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannya.
Pola dan perilaku mental accounting memiliki banyak dampak positif dan negatif. Anda bisa menemukan informasi lengkap terkait perilaku mental accounting hanya di Blog MyRobin.
Jika Anda sedang mencari lowongan pekerjaan, Anda dapat mengunduh MyRobin Super App. Di sana Anda dapat memilih dan melamar pekerjaan yang Anda inginkan. Tunggu Apalagi? Unduh MyRobin Super App sekarang juga!