Search
Close this search box.

HR Burnout: Definisi, Tanda, dan Cara Mencegahnya

HR Burnout

Pandemi telah mengubah banyak hal, termasuk dunia kerja. Para HR yang selama ini berperan penting dalam kelancaran operasional perusahaan nyatanya juga tak luput dari dampaknya. Sebanyak 98% professional HR mengaku peran mereka berubah total akibat pandemi, dan 70% merasakan tahun 2020 sebagai tahun tersulit dalam karier mereka.

Tak heran, stres mereka pun meningkat. Bayangkan saja, mereka harus melakukan PHK mendadak, menerapkan kebijakan baru untuk mengakomodasi karyawan sakit dan remote, hingga rekrutmen besar-besaran pasca gelombang resign. Bahkan, 6 dari 10 HR mengaku tantangan terbesar mereka adalah mengatasi kelelahan emosional.

Meski saat ini sudah bukan situasi pandemi, kelelahan mental pada HR masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Hal ini karena beberapa faktor seperti:

  • Perubahan budaya kerja: Pandemi telah mengubah budaya kerja secara signifikan, termasuk di bidang HR. Misalnya, kini HR perlu lebih fleksibel dan adaptif dalam menghadapi berbagai situasi. Hal ini dapat menimbulkan stres tambahan bagi HR.
  • Tantangan baru: HR juga menghadapi tantangan baru pasca pandemi, seperti meningkatnya kebutuhan akan karyawan dengan keterampilan digital dan adaptasi terhadap teknologi baru. Hal ini juga dapat menambah beban kerja dan stres bagi HR.

Beranjak dari hal tersebut, MyRobin akan membahas artikel mengenai HR Burnout, penyebab, dan cara mengatasinya. Simak selengkapnya disini yuk!

Penyebab Burnout pada HR

Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang disebabkan oleh stres kronis di tempat kerja. Kondisi ini dapat dialami oleh siapa saja, termasuk profesional HR.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan burnout pada profesional HR:

Kelelahan empati

HR seringkali membantu karyawan yang mengalami masalah pribadi atau profesional. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengalami kelelahan empati, yaitu kondisi di mana mereka merasa lelah dan tidak mampu lagi berempati terhadap orang lain.

Keseimbangan kehidupan kerja yang buruk

Seorang HR juga kerap kali bekerja di jam yang panjang dan memiliki banyak tanggung jawab. Hal ini dapat menyebabkan mereka kesulitan untuk menyeimbangkan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.

Beban pandemi

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan banyak tantangan bagi HR. Mereka harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja, seperti penerapan kerja jarak jauh, perubahan kebijakan, dan PHK.

Isolasi akibat PHK

Melakukan PHK dapat menjadi pengalaman yang traumatis bagi seorang HR. Mereka harus berhadapan dengan karyawan yang kehilangan pekerjaannya, dan hal ini dapat menyebabkan mereka merasa terisolasi dan kesepian.

Beban kerja yang berat

Tim HR sering kali kekurangan staf, namun di saat yang sama juga menghadapi tuntutan yang semakin meningkat, seperti perekrutan dan retensi karyawan. Hal ini dapat menyebabkan beban kerja yang berat dan stres yang berlebihan.

Ketegangan peran

Profesional HR harus bertindak sebagai penghubung antara pemberi kerja dan karyawan. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu kondisi di mana mereka harus memenuhi harapan yang berbeda dari kedua pihak.

Mencegah Burnout Pada HR

Untuk mencegah burnout pada HR, perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan. Perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut:

Menyediakan pelatihan dan dukungan untuk HR

Perusahaan dapat memberikan pelatihan kepada profesional HR tentang cara mengelola stres dan kelelahan. Perusahaan juga dapat menyediakan dukungan untuk profesional HR, seperti konseling atau terapi.

Menciptakan keseimbangan kehidupan kerja yang baik

Perusahaan perlu menetapkan kebijakan dan praktik yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja. Perusahaan dapat menawarkan jam kerja yang fleksibel, cuti berbayar, dan program kesejahteraan karyawan.

Mengelola stres dan tuntutan kerja

Perusahaan perlu mengelola stres dan tuntutan kerja secara efektif. Perusahaan dapat melakukan hal-hal seperti menetapkan prioritas, mendelegasikan tugas, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

Bagaimana Mengenali Gejala dan Tanda-Tanda Burnout

Kabar buruknya, 79% karyawan dari berbagai industri mengalami burnout dalam berbagai bentuk. Burnout tidak hanya menjadi pendorong utama seseorang untuk keluar dari pekerjaan, tapi juga berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.

Penelitian menunjukkan karyawan yang berulang kali mengalami burnout 63% lebih mungkin mengambil cuti sakit dan 23% lebih mungkin pergi ke UGD. Berikut adalah tips untuk Anda mengenali gejala dan tanda burnout:

Perhatikan performa kerja Anda

Apakah kualitas pekerjaan Anda menurun akhir-akhir ini? Apakah Anda kehilangan motivasi atau kesulitan fokus? Penurunan kinerja bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari beban kerja yang tak tertahankan hingga stres keluarga, namun hal ini menjadi titik awal yang baik untuk mengukur tingkat burnout Anda.

Kaji kepuasan dan sikap Anda terhadap pekerjaan

Seberapa Anda menikmati pekerjaan Anda? Seberapa sering Anda merasa tidak tertarik atau terlepaskan saat bekerja? Tentu saja, normal untuk tidak menyukai pekerjaan Anda 100% sepanjang waktu.

Semua orang terkadang merasa frustasi dan jengkel, namun tetap penting untuk merasakan momen kepuasan dan kegembiraan selama minggu kerja. Jika Anda mulai takut dengan pekerjaan Anda, atau jika Anda semakin sinis terhadap pekerjaan yang Anda lakukan, itu bisa menjadi indikator burnout.

Evaluasi tingkat kesehatan Anda secara keseluruhan

Kesehatan Anda bisa terganggu saat Anda mengalami burnout. Jika Anda merasa lesu, terkuras secara emosional, menarik diri dari pergaulan, atau bahkan sakit secara fisik, pertimbangkan apakah pekerjaan Anda adalah salah satu faktor penyebabnya.

Tanda-Tanda Burnout Pada HR

Kelelahan Emosional

Bekerja di bidang human resources berarti berinteraksi dengan orang-orang setiap hari. Meskipun merupakan tugas HR untuk menangani kewajiban, konflik, dan tantangan lain yang dihadapi karyawan, hal ini bisa sangat menguras emosi.

HR diharapkan selalu ada untuk semua orang, namun apa yang terjadi jika mereka melupakan kesehatan mental mereka sendiri?

Kelelahan emosional dapat bersembunyi di balik kurangnya pemahaman. Misalnya, jika seorang karyawan meminta bantuan HR untuk melaporkan masalah di tempat kerja, seorang HR yang mengalami burnout mungkin tidak menunjukkan kepedulian yang tulus dan tidak memperhatikan masalah tersebut.

Demikian pula, mereka mungkin tidak dapat mengontrol emosi mereka, sehingga menjadi marah atau kesal dan bereaksi secara tidak pantas.

Penurunan Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah  yang memotivasi kita untuk  memberikan kinerja terbaik di tempat kerja. Namun, seorang HR yang mengalami burnout lambat laun akan kehilangan motivasi ini. 

Bahkan, mereka mungkin mulai membenci pekerjaan mereka dan tidak lagi menemukan tujuan dalam apa yang mereka lakukan. Mereka mungkin merasa bahwa pekerjaan mereka tidak cukup dihargai, sehingga mereka berhenti berusaha.

Misalnya, mungkin ada masalah yang terus-menerus, seperti tingkat turnover yang tinggi, dan mereka tidak termotivasi untuk mencari solusi karena mereka percaya bahwa kontribusi mereka tidak ada nilainya.

Kelelahan Fisik

Kelelahan juga bisa termanifestasi secara fisik, dengan kelelahan kronis dan kondisi serupa lainnya. HR cenderung bekerja berjam-jam dan menangani banyak permintaan dan tugas secara bersamaan. Jika mereka merasa lelah setiap hari, ini akan mengakibatkan kelelahan kronis, yaitu perasaan lelah yang berkepanjangan.

Hal ini dapat menyebabkan masalah fisik, seperti sakit kepala, nyeri tubuh, atau sistem kekebalan tubuh yang lemah, yang akan menyebabkan lebih banyak penyakit.

Namun, bahkan jika mereka sakit, tanggung jawab mereka tetap ada, membuat mereka semakin tertekan. Hal ini akan menciptakan siklus yang tidak sehat di mana mereka jatuh sakit karena beban kerja mereka tetapi terus bekerja, memperburuk kondisi mereka.

Penurunan Produktivitas

HR yang kelelahan dapat kehilangan fokus dengan cepat, yang bisa menjadi tanda peringatan burnout HR.

Mereka mungkin mudah teralihkan dan kewalahan oleh beban kerja mereka, sehingga berprestasi rendah. Akibatnya, tingkat produktivitas mereka menurun, dan pekerjaan yang mereka lakukan menjadi berkualitas rendah.

Hal ini dapat disebabkan oleh kelelahan atau beban kognitif yang berlebihan.

Orang yang kelelahan mungkin  kesulitan berpikir kreatif atau memecahkan masalah karena mereka mencapai kapasitas mental mereka cukup awal  karena beban kerja dan stres.

Hal ini  akan menghasilkan keputusan tergesa-gesa, tenggat waktu yang terlewat, dan proses yang lambat, sehingga  membahayakan keberhasilan organisasi.

Departemen HR adalah tulang punggung budaya perusahaan, jadi masalah apa pun yang terjadi di sana akan menyebar ke seluruh organisasi juga.

Burnout vs. Depresi

Meskipun akibatnya mungkin terlihat mirip dengan gejala depresi, Anda perlu memahami bahwa burnout dan depresi bukanlah hal yang sama. Burnout adalah kondisi kehabisan energi secara emosional dan fisik akibat stres kronis di tempat kerja, sedangkan depresi adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan kesedihan yang persisten dan energi yang rendah.

Burnout memang bisa mengarah ke depresi jika tidak ditangani, tetapi dalam banyak kasus, Anda dapat mulai pulih dari burnout dengan menghilangkan sumber stres Anda. Depresi, di sisi lain, biasanya membutuhkan intervensi yang lebih besar. Jika Anda merasa mengalami depresi, luangkan waktu untuk berkonsultasi dengan psikolog.

Bagaimana Cara Agar HR dapat Pulih dari Burnout?

Kadang sulit tahu harus mulai dari mana untuk mendapatkan bantuan, tetapi jangan khawatir: Anda dapat memulainya dengan langkah-langkah kecil. Berikut beberapa langkah yang membantu:

Jujur dengan Diri Sendiri dan Tim Anda

Pertama, luangkan waktu untuk merenungkan pengalaman yang Anda hadapi. Anda dapat merefleksikan perasaan, berbicara dengan seseorang yang Anda percayai, atau menghubungi psikolog.

Selanjutnya, berkomunikasi dengan tim atau atasan Anda. Terkadang, sulit untuk terbuka mengenai kesulitan yang Anda alami, namun berbicara dengan jujur merupakan langkah awal untuk mendapatkan bantuan. Jelaskan bagaimana burnout mempengaruhi kinerja Anda, kemudian tentukan apa yang Anda perlukan untuk pulih, baik itu cuti atau dukungan tambahan terkait beban kerja.

Utamakan Waktu Pribadi

Untuk pulih dari burnout, Anda perlu mengisi ulang energi terlebih dahulu. Luangkan waktu untuk menjauh dari sumber stres Anda, baik dengan mengambil cuti sakit atau memanfaatkan waktu cuti Anda. Isilah waktu luang Anda dengan kegiatan yang menyenangkan dan menyegarkan, dan hindari membaca email atau menjawab panggilan kerja.

Jika Anda tidak dapat menjauh dari pekerjaan, cobalah untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda. Hindari lembur, manfaatkan waktu luang Anda untuk bersantai, dan sisipkan istirahat sepanjang hari kerja untuk merawat diri atau melakukan latihan mindfulness.

Jaga Kesehatan Mental, Emosional, dan Fisik Anda

Menerapkan batasan di tempat kerja adalah langkah penting untuk pulih dari burnout, tetapi sama pentingnya untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh. Anda dapat melakukannya dengan menyediakan lebih banyak waktu untuk tidur, melakukan kegiatan yang Anda sukai, berolahraga, dan beristirahat.

Tips Bagi HR untuk Mencegah Burnout

Kabar baiknya, burnout bisa dicegah! Namun, butuh dan sistem dukungan yang kuat, terutama bagi HR. Budaya dan kebijakan di tempat kerja sangat mempengaruhi potensi burnout Anda, namun ada juga beberapa langkah konkret yang bisa diambil:

Tetapkan Batasan di Tempat Kerja

Jadilah panutan bagi perilaku yang Anda harapkan dari karyawan. Artinya, gunakan cuti yang Anda dapatkan, ambil hak cuti penuh, dan manfaatkan benefit yang Anda promosikan. Penting juga untuk menetapkan batasan, seperti mematikan komputer pada jam kerja atau tidak menjawab panggilan dan email di luar jam kerja.

Sesuaikan Ekspektasi Anda

Mencegah burnout juga berarti bersikap realistis tentang tujuan dan tanggung jawab Anda di tempat kerja. Catatlah semua tugas yang Anda lakukan dalam hari dan minggu biasa, lalu catat berapa banyak waktu dan energi yang dibutuhkan untuk tugas tersebut.

Perkirakan juga berapa banyak waktu dalam seminggu yang dihabiskan untuk tugas “tiba-tiba” setiap hari kerja. Jika Anda sering bekerja lembur atau kejar tayang, Anda mungkin perlu menyesuaikan beban kerja atau mengubah ekspektasi.

Dengan mengetahui apa yang realistis untuk dicapai dalam minggu kerja standar, Anda dapat lebih santai, daripada memaksakan diri memenuhi standar yang justru memicu stres atau kegagalan.

Variasikan Hari Kerja atau Beban Kerja

HR adalah bidang yang luas. Jika ada aspek tertentu dari pekerjaan Anda yang menyebabkan stres berlebihan, tanyakan apakah Anda bisa berganti tanggung jawab untuk sementara. 

Misalnya, jika berinteraksi dengan karyawan terasa terlalu berat saat ini dan Anda ingin fokus pada tugas admin, cari tahu apakah Anda bisa melimpahkan pekerjaan itu ke orang lain, atau gunakan alat seperti formulir permintaan online untuk membatasi ketersediaan Anda.

Minta Bantuan

Jangan takut meminta bantuan saat mulai kewalahan. Alih-alih mengerjakan semuanya sendiri, jelaskan kemampuan Anda dan kapan Anda membutuhkan sumber daya atau dukungan tambahan.

Dampak Burnout HR Terhadap Organisasi

Menurunnya Semangat Karyawan

Bagaimana profesional HR bisa memotivasi karyawan jika mereka sendiri kehilangan semangat? Salah satu dampak pertama burnout HR di tempat kerja adalah menurunnya semangat karyawan.

Karena HR bertanggung jawab atas budaya kerja yang positif, mengabaikan tugas mereka akibat burnout dapat menimbulkan masalah di antara karyawan. Mereka akan merasa tidak didengar dan masalah di tempat kerja tidak terselesaikan, sehingga merasa tidak termotivasi untuk berkontribusi kepada perusahaan yang mengabaikan mereka.

Tingkat Turnover yang Tinggi

Perekrutan dan retensi karyawan berada di bawah tanggung jawab departemen HR. Namun, ketika orang-orang yang bekerja di sana mengalami burnout, kinerja mereka dalam tugas-tugas tersebut terganggu.

Misalnya, mereka tidak menyambut karyawan baru dengan antusias dan gagal melakukan onboarding atau pelatihan secara efektif, sehingga membuat mereka bingung dan tidak didukung dalam lingkungan kerja yang asing.

Hal ini akan meninggalkan kesan buruk bagi karyawan baru, yang menyebabkan mereka mencari pekerjaan di tempat lain. Demikian pula, mereka tidak dapat mendukung karyawan yang ada, mengabaikan permintaan atau kekhawatiran mereka. Menciptakan lingkungan kerja negatif seperti ini menyebabkan orang keluar dari perusahaan, meningkatkan tingkat turnover.

Budaya yang Negatif

Bayangkan ada masalah yang berulang di tempat kerja, seperti konflik antar departemen atau kurangnya komunikasi. HR bertanggung jawab untuk membantu menyelesaikan insiden ini. 

Namun, ini akan menjadi lebih sulit jika karyawan HR sedang kesulitan atau merasa lelah. Hal ini membuat masalah menyebar lebih jauh dan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka untuk masalah lain, seperti toksisitas atau perilaku bermasalah.

Outsourcing Sebagai Solusi Mencegah dan Mengatasi Burnout pada HR

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa burnout pada HR dapat terjadi karena beberapa hal, namun utamanya disebabkan oleh workload yang berlebihan. Perusahaan dapat menggunakan outsourcing untuk mengurangi beban kerja HR yang mencakup perekrutan, pengelolaan, hingga payroll pekerja.

Jika Anda tertarik menggunakan outsourcing, Anda dapat memilih MyRobin sebagai penyedia jasa layanan outsourcing on-demand terpercaya. Kami dapat menyalurkan pekerja profesional dari berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan kurang dari 24 jam. Pelajari selengkapnya produk dan layanan MyRobin disini!

Rekrut dan kelola pekerja TANPA RIBET

Didukung dengan teknologi modern yang terintegrasi. Rekrut tenaga kerja profesional dan berkualitas

Bagikan artikel ini:
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Pinterest
Artikel terkait

Terima beres! rekrut hingga penggajian

id_IDID