Seperti yang kita ketahui, outsourcing memang bisa menjadi salah satu solusi efektif untuk mengurangi beban perusahaan. Dengan mengalihdayakan satu atau lebih peran kepada pihak ketiga, maka Anda dapat menghemat biaya operasional, mendapatkan layanan berkualitas, dan fokus pada core bisnis.
Namun, ternyata tidak semua proyek outsourcing berjalan mulus, terkadang perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengatasi hal ini. Oleh karena itu, penting untuk memahami tentang manajemen risiko dalam penggunaan jasa outsourcing. Nah, bagaimana manajemen risiko dalam outsourcing? Daripada penasaran, yuk langsung simak penjelasannya di bawah ini!
Apa Itu Manajemen Risiko?
Sebelum masuk ke pembahasan utama, Anda harus mengerti terlebih dahulu apa itu manajemen risiko. Menurut Milton C. Regan dalam bukunya yang berjudul “Risky Business”, disebutkan bahwa manajemen risiko adalah penerapan berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk meminimalisir peristiwa yang menurunkan kapasitas dan kualitas kerja perusahaan.
Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mengurangi risiko dalam proses pelaksanaan teknis dan pengambilan keputusan bisnis. Upaya yang dimaksud juga termasuk pengawasan, penilaian, pengelolaan, dan implementasi pengendalian risiko untuk menghindari kerugian atau inefisiensi bisnis.
Dalam outsourcing sendiri, manajemen risiko sangat berguna untuk menghindari terjadinya berbagai masalah yang dapat merugikan bisnis. Contohnya seperti pengerjaan proyek yang melebihi tenggat waktu, miskomunikasi antara pihak outsourcing dengan klien, kualitas pelayanan yang buruk, biaya operasional yang besar dari perjanjian semula, dan masih banyak lagi. Jika hal ini tidak segera diatasi tentu akan berdampak pada operasional dan reputasi perusahaan.
Pelajari juga: Mitigasi Risiko: Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Perencanaannya
Menurut Dictio.id, terdapat banyak kasus outsourcing, terutama pada bidang teknologi informasi, beberapa di antaranya yang umum terjadi yaitu:
- Eskalasi biaya: Pembengkakan biaya karena pengerjaan operasi sistem informasi yang berjalan melebihi kontrak atau perjanjian di awal.
- Penurunan kualitas layanan: Penurunan tingkat layanan yang diberikan oleh pihak outsourcing dan berbeda dengan apa yang sudah disepakati pada kontrak.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki manajemen risiko dalam penggunaan jasa outsourcing. Dengan demikian, perusahaan dapat meminimalisasi kerugian atau kegagalan proyek yang telah disepakati bersama.
Jenis Risiko dalam Outsourcing
Secara umum, risiko dalam outsourcing biasanya berkaitan dengan operasional. Dilansir dari Edvantis, risiko operasional ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Engagement risks
Jenis risiko operasional yang pertama yaitu engagement risks. Sesuai namanya, risiko ini berkaitan dengan keterlibatan atau kemitraan dari pihak ketiga. Engagement risks sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yang meliputi:
- Risiko strategis: Layanan atau produk yang disediakan oleh vendor (jasa outsourcing) tidak sejalan dengan persyaratan dan ekspektasi strategis perusahaan.
- Risiko vendor: Pihak jasa outsourcing tidak beroperasi seperti yang klien harapkan, atau tidak menyediakan layanan yang sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.
- Risiko relasional: Pihak jasa outsourcing gagal mempertahankan komunikasi, keterlibatan, atau manajemen yang sesuai selama proyek berlangsung.
Delivery risks
Untuk delivery risks ini mencakup risiko vendor yang gagal dalam memenuhi perjanjian yang telah disepakati bersama. Misalnya, pihak jasa outsourcing hanya melaksanakan sebagian pekerjaan atau memberikan layanan dengan kualitas rendah. Berikut ini adalah beberapa risiko yang termasuk dalam jenis delivery risks:
- Risiko koordinasi: Risiko yang berkaitan dengan pengelolaan sistem hubungan kerja sama, kontrak, proses, pihak-pihak tertentu, dan teknologi yang kompleks.
- Risiko layanan: Layanan atau produk vendor tidak memenuhi standar atau ekspektasi kualitas yang ditentukan dalam kontrak.
- Risiko keuangan: Kemungkinan proyek melebihi anggaran yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan perkiraan awal.
Strategi Manajemen Risiko untuk Outsourcing
Untuk menghindari terjadinya kerugian atau masalah seperti di atas pada proyek kerja sama dengan outsourcing, maka Anda harus menerapkan strategi manajemen risiko yang efektif. Hal ini bertujuan agar proyek dapat berjalan dengan baik dan sesuai ekspektasi perusahaan. Dengan begitu, baik perusahaan maupun pihak jasa outsourcing pun akan mendapatkan keuntungan. Berikut ini adalah beberapa langkah yang perlu Anda lakukan:
Penilaian risiko
Hal pertama yang harus Anda lakukan ketika ingin menggunakan jasa outsourcing adalah menilai berbagai risiko yang mungkin terjadi. Penilaian ini mencakup proses, sistem, pihak yang terlibat, dan aktivitas eksternal. Berikut penjelasannya masing-masing:
- Proses: Semua proses yang terkait dengan keterlibatan outsourcing seperti proses bisnis, administratif, dan manajemen persyaratan.
- Sistem: Semua sistem teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan, termasuk perangkat keras maupun perangkat lunak.
- Pihak terlibat: Semua orang yang terlibat dalam proyek pengalihdayaan seperti teknisi, manajer, desainer, dan lain sebagainya.
- Aktivitas eksternal: Pasar, perubahan peraturan, dan hal-hal lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan, namun dapat berdampak pada outsourcing.
Penilaian kesiapan outsourcing
Tidak semua potensi penyebab kegagalan proyek pengalihdayaan terletak pada pihak outsourcing, namun bisa jadi juga karena perusahaan Anda yang memiliki kesenjangan dalam kesiapan operasional untuk pengalihdayaan suatu proyek. Agar risiko internal tidak terjadi, maka Anda perlu menilai kesiapan perusahaan dalam menggunakan jasa outsourcing. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu Anda lakukan:
- Alasan atau tujuan perusahaan menggunakan outsourcing, dan pastikan bahwa benar-benar membutuhkan pengalihdayaan tugas.
- Ketahui bagaimana outsourcing dapat sesuai dengan strategi bisnis perusahaan atau proyek Anda secara keseluruhan.
- Buat kerangka kerja SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-Bound), dan tetapkan tujuan dan harapan perusahaan dalam penggunaan outsourcing.
- Tentukan area mana yang Anda harapkan outsourcing dapat memberikan nilai atau hasil paling tinggi untuk perusahaan.
- Formalisasikan kebutuhan kapasitas perusahaan.
Penilaian kontrak dan SLA
Sebagai informasi, SLA atau service level agreement adalah kontrak yang menetapkan berbagai kewajiban yang akan diberikan kepada pihak lain, contohnya dalam kasus ini yaitu pihak outsourcing. Adanya kontrak SLA ini dapat membantu semua pihak yang terlibat dalam proses outsourcing untuk mengukur ekspektasi berdasarkan tolak ukur yang jelas.
Secara umum, perjanjian SLA berisi penjelasan tentang:
- Tingkat layanan yang diharapkan dari pihak outsourcing
- Metrik yang relevan untuk mengukur kinerja
- Tanggung jawab dan harapan di setiap sisi
- Tindakan atau konsekuensi jika tidak mencapai tingkat layanan yang disepakati
Untuk metrik SLA, Anda harus menyesuaikannya dengan layanan yang disediakan. Setidaknya, metrik tersebut harus mencakup ketersediaan layanan, perkiraan anggaran, dan kualitas teknis. Akan lebih baik bila Anda memilih metrik yang dapat dikumpulkan dengan mudah atau otomatis, sehingga pengawasan dan pelaporannya pun juga lebih mudah dilakukan.
Selain itu, SLA pun dapat melindungi perusahaan Anda maupun pihak outsourcing dari kesalahpahaman atau miskomunikasi. Perjanjian ini akan memastikan bahwa Anda dan vendor mempunyai pemahaman yang sama tentang persyaratan proyek outsourcing.
Beberapa hal yang mungkin harus Anda tandatangani dalam kontrak layanan outsourcing SLA adalah:
- Perjanjian kerahasiaan (NDA): Untuk memastikan kerahasiaan informasi yang Anda bagikan dengan pihak outsourcing.
- Master Service Agreement (MSA): Untuk menjelaskan hubungan masa depan perusahaan dengan vendor dalam hal tujuan utama, tanggung jawab, peran dan layanan yang disediakan.
- Pernyataan kerja (SOW): Untuk menjelaskan ruang lingkup proyek.
Penetapan KPI
Manajemen risiko dalam outsourcing biasanya lebih berfokus pada tahap perencanaan dan kontrak. Namun, sebenarnya penilaian pun juga perlu dilakukan agar proses pengalihdayaan berjalan secara tepat dan sesuai ekspektasi. Untuk mencapainya, Anda dapat menetapkan metrik kinerja dan KPI yang relevan.
Ada empat jenis KPI yang bisa Anda terapkan, yaitu:
- Basic: Untuk mengevaluasi apakah persyaratan layanan sudah terpenuhi dan tujuan kesepakatan pengalihdayaan tercapai.
- Reactive: Untuk mengevaluasi efektivitas keputusan bisnis perusahaan dan menentukan apakah keputusan tersebut memfasilitasi hasil yang diinginkan.
- Reflective: Untuk memantau risiko prioritas tinggi dan melaporkan hasil pasca-kinerja yang berkelanjutan.
- Proactive: Untuk risiko prioritas tinggi dan menilai kualitas layanan proaktif.
Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan KPI adalah sebagai berikut:
- Komunikasi yang transparan dan teratur antara tim in-house dan vendor
- Standar pelaporan yang jelas, sesuai dengan lingkup pekerjaan atau kontrak
- Proses manajemen yang terdefinisi dengan baik
- Pengembangan perangkat lunak yang kuat
Tinjauan bisnis
Langkah terakhir yang perlu Anda lakukan yaitu meninjau hasil pekerjaan yang telah dialihdayakan, kualitas layanan, dan segala risiko yang dihadapi bersama pihak outsourcing. Biasanya peninjauan ini dilakukan setiap tiga bulan atau setiap tahun, sesuai dengan kesepakatan. Dengan adanya peninjauan, maka Anda dapat mengetahui area mana yang membutuhkan peningkatan ataupun perbaikan. Selain itu, ulasan bisnis juga sangat penting untuk menyesuaikan penawaran layanan dengan kebutuhan hingga menyiapkan pengaturan tambahan seperti team scaling, transisi ke model layanan lain, dan sebagainya.
Singkatnya, tinjauan bisnis bersama vendor berguna untuk:
- Menilai kinerja vendor
- Memastikan kepatuhan terhadap kontrak perjanjian
- Mengatasi masalah kerja sama yang berulang
- Mengidentifikasi dan mengelola risiko operasional
- Melanjutkan kerjasama (jika memang diperlukan)
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menggunakan Outsourcing
Pada dasarnya, pengalihdayaan dapat memberikan efisiensi maupun keuntungan yang besar bagi perusahaan. Namun, terkadang proses pengalihdayaan tersebut tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memperhatikan beberapa hal berikut ini dalam menggunakan jasa outsourcing bagi bisnis. Di antaranya yaitu:
Ketergantungan
Perlu diketahui, perusahaan sebagai klien tentu akan menggantungkan banyak hal terkait proyek pengalihdayaan kepada pihak outsourcing. Sehingga, penting bagi Anda untuk memperhatikan fungsi dan tugas dari mereka secara teliti. Tujuannya adalah untuk meminimalisir terjadinya pemutusan kontrak kerja akibat kesalahan prosedur kerja.
Peningkatan biaya
Menurut Dictio.id, banyak perusahaan yang terjebak kontrak jangka pendek, sehingga membuat mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk tahun-tahun berikutnya. Hal ini disebabkan karena pihak outsourcing tidak mencantumkan atau mengabaikan pendapatan tambahan dalam kontrak yang membolehkan tambahan biaya untuk peningkatan kapasitas diluar dari batas dasar yang telah ditentukan.
Tidak hanya itu saja, kasus seperti ini pun dapat terjadi ketika ada perubahan layanan, sehingga membuat pihak outsourcing harus menambahkan biaya pelayanan baru atau peningkatan layanan. Perlu Anda ketahui, banyak pihak outsourcing yang tidak mencantumkan ketentuan peningkatan biaya dalam kontrak secara detail. Jadi, tak heran bila banyak perusahaan yang harus mengeluarkan biaya ekstra untuk hal ini.
Oleh karena itu, penting untuk menjabarkan semua pelayanan dan aktivitas yang dilakukan dalam kontrak. Selain itu, minta pihak outsourcing untuk menunjukkan ringkasan dari semua klausul dalam kontrak yang berhubungan dengan pembatasan kontraktor untuk menambah biaya pelayanan. Dengan kata lain, kontrak kerja sama outsourcing harus berisi bagian-bagian yang berkaitan dengan pembaharuan setelah dua tahun pertama dari kontrak.
Kemampuan mengatasi masalah
Ketika Anda sedang mengalami masalah atau dalam keadaan darurat terkait proyek outsourcing, tidak semua penyedia outsourcing dapat mengatasinya secepat tim internal perusahaan. Apalagi jika karyawan outsourcing tidak dalam satu tempat kerja dengan perusahaan. Tidak hanya itu saja, penyedia outsourcing pun terkadang mengkombinasikan kerja dari para kliennya ke dalam satu fasilitas atau satu tim. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk mengantisipasi situasi-situasi darurat yang tidak terduga karena keterbatasan SDM dan tools.
Untuk mengatasinya, Anda harus memastikan bahwa pengatasan masalah sudah termasuk dalam kontrak dan penyedia outsourcing tidak boleh menjadikan satu pekerjaan proyek satu dengan proyek lainnya.
Pemulihan situasi berbahaya
Penyedia outsourcing harus mampu mengatasi situasi berbahaya pada proses pengalihdayaan. Oleh karena itu, Anda harus memastikan apakah jasa outsourcing yang Anda pilih memang qualified dan mempunyai kesanggupan akan hal tersebut. Biasanya, jasa outsourcing sudah mencoba suatu proyek beberapa kali dalam bentuk simulasi atau prototype. Dari sini, Anda dapat mengetahui bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang berbahaya dari proyek tersebut.
Keamanan informasi
Penyedia outsourcing biasanya mempunyai kontrol terhadap operasi teknologi informasi pada perusahaan klien. Sehingga, secara tidak langsung mereka juga mempunyai akses terhadap informasi klien. Jika Anda tidak ingin data dan informasi penting perusahaan Anda terekspos oleh mereka, maka cantumkan penjelasan tersebut pada kontrak. Hal ini termasuk back up data dan program dalam satu tempat, serta batasan kerahasiaan informasi perusahaan.
Perubahan teknologi
Sebagian besar penyedia outsourcing akan selalu update dengan perubahan teknologi. Mereka selalu mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan keuntungan dan memberikan layanan terbaik. Namun, terkadang ada juga penyedia outsourcing yang tidak ingin menggunakan teknologi baru karena alasan keterbatasan kemampuan atau tidak memberikan profit bagi perusahaan.
Nah, Anda harus berhati-hati dengan vendor yang mempunyai komitmen untuk mengikuti perkembangan teknologi. Sebab, mereka akan meningkatkan biaya dalam pelaksanaannya. Jadi, pastikan apakah perusahaan juga membutuhkan teknologi yang baru atau tidak. Tujuannya adalah untuk meminimalisir adanya pembengkakan biaya operasional pada perusahaan.
Manajemen pelaksanaan
Pastikan kontrak kerja sama outsourcing yang Anda lakukan menjelaskan secara detail terkait pelaksanaan secara umum, kemungkinan hal-hal yang dapat terjadi, sekaligus bagaimana mereka akan menyelesaikannya. Maka dari itu, manajemen pelaksanaan dari outsourcing harus seefisien dan seefektif mungkin. Nah, itulah penjelasan singkat mengenai manajemen risiko yang perlu Anda terapkan dalam penggunaan jasa outsourcing. Ingin tahu informasi menarik lainnya seputar HRD, bisnis, dan karir? Yuk, kunjungi blog MyRobin sekarang juga!