Search
Close this search box.

Analisis Efek Model Kegagalan (FMEA): Definisi, Prosedur, dan Manfaatnya

Analisis Efek Model Kegagalan FMEA

Kita sering mendengar tentang produk yang harus ditarik dari pasaran karena tidak dirancang dengan baik atau proses produksinya bermasalah. Kegagalan-kegagalan ini sering diperbincangkan di masyarakat, dan orang-orang beranggapan bahwa perusahaan yang membuat produk tersebut tidak dapat menyediakan produk yang aman.

FMEA atau Analisis Efek Model Kegagalan adalah cara yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan mencegah resiko kegagalan sejak tahap perancangan dengan mengidentifikasi semua kemungkinan masalah dalam desain atau proses pembuatan.

Diciptakan tahun 1950-an, FMEA adalah salah satu cara terstruktur pertama untuk memperbaiki keandalan produk. Sampai sekarang, FMEA masih merupakan cara yang sangat efektif untuk mengurangi kemungkinan kegagalan produk.

Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai FMEA, prosedur lengkap, serta manfaatnya. Simak selengkapnya disini!

Apa itu Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA)

Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA) adalah suatu metode sistematis untuk mengidentifikasi dan menilai potensi mode kegagalan dalam suatu sistem, produk, atau proses, serta menganalisis dampak atau konsekuensi dari kegagalan tersebut.

FMEA membantu menganalisis dan memahami cara-cara di mana suatu sistem atau produk dapat mengalami kegagalan dan dampak apa yang akan ditimbulkan dari kegagalan tersebut. 

Tujuan utama FMEA adalah untuk mengidentifikasi kegagalan potensial sebelum mereka terjadi, sehingga tindakan pencegahan dapat diambil untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kinerja, keamanan, dan kualitas sistem atau produk.

Ada dua jenis FMEA, yaitu FMEA Desain (DFMEA) untuk memeriksa desain produk, dan FMEA Proses (PFMEA) untuk memeriksa proses produksi.

Design FMEA

Analisis Mode dan Dampak Kegagalan Desain (DFMEA), atau Design Failure Mode and Effects Analysis, adalah metode sistematis untuk mengevaluasi potensi kegagalan yang mungkin terjadi dalam desain suatu produk atau sistem sebelum produk tersebut benar-benar diproduksi.

Tujuan utama DFMEA adalah untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial pada tahap perancangan sehingga perbaikan dan perubahan desain dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kegagalan di masa mendatang.

Dalam DFMEA, kita mempertimbangkan beberapa faktor yang bisa menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik, tidak tahan lama, atau menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan aturan yang harus diikuti. Faktor-faktor ini meliputi:

  • Properti Material: Bagaimana jenis material yang digunakan dapat mempengaruhi performa dan ketahanan produk.
  • Geometri: Bentuk, ukuran, dan struktur produk dapat mempengaruhi cara produk berfungsi dan bertahan.
  • Toleransi: Batasan-batasan yang diizinkan dalam dimensi dan kinerja produk.
  • Antarmuka dengan Komponen atau Sistem Lain: Bagaimana produk berinteraksi dengan bagian lain dari sistem atau komponen yang terkait.
  • Kebisingan Teknik: Faktor-faktor seperti lingkungan pengguna, profil pengguna, degradasi seiring waktu, dan bagaimana sistem berinteraksi dapat mempengaruhi desain dan kinerja produk.

Proses FMEA

Analisis Mode dan Dampak Kegagalan Proses (PFMEA), atau Process Failure Mode and Effects Analysis, adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang dapat terjadi dalam proses produksi atau operasional suatu produk atau sistem.

Tujuannya adalah untuk menganalisis dan memahami berbagai mode kegagalan yang mungkin terjadi selama proses produksi sehingga tindakan pencegahan dan perbaikan dapat diambil untuk mengurangi risiko dan meningkatkan efisiensi produksi.

PFMEA dapat berasal dari beberapa faktor seperti:

  • Faktor Manusia: Bagaimana tindakan atau keputusan manusia dalam proses produksi dapat mempengaruhi hasil akhir.
  • Metode yang Digunakan Selama Proses: Langkah-langkah atau teknik yang digunakan selama proses produksi, dan apakah ini mempengaruhi kualitas produk.
  • Bahan yang Digunakan: Jenis dan kualitas bahan atau material yang digunakan dalam produksi.
  • Mesin atau Peralatan yang Digunakan: Pengaruh mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses produksi terhadap kualitas produk.
  • Pengaruh Sistem Pengukuran pada Hasil: Bagaimana cara mengukur hasil produksi dan bagaimana sistem pengendalian dapat mempengaruhi penerimaan hasil produksi.
  • Faktor Lingkungan pada Kinerja Proses: Dampak kondisi lingkungan tempat produksi berlangsung terhadap kinerja proses.

Mengapa Perlu Melakukan Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA)?

Secara historis, semakin cepat kegagalan ditemukan, semakin sedikit biaya atau kerugian yang ditimbulkan. Jika kegagalan ditemukan terlambat dalam pengembangan atau peluncuran produk, dampaknya akan jauh lebih masif.

FMEA adalah salah satu dari banyak alat yang digunakan untuk menemukan kegagalan sejak dini dalam desain produk atau proses. Menemukan kegagalan pada tahap awal Pengembangan Produk (PD) dengan menggunakan FMEA memberikan manfaat berupa:

  • Banyak Pilihan untuk Mengatasi Risiko: FMEA memungkinkan kita untuk memikirkan berbagai cara untuk mengurangi risiko dan dampak kegagalan.
  • Kemampuan Verifikasi dan Validasi yang Lebih Baik untuk Perubahan: FMEA membantu dalam menguji dan memvalidasi perubahan dengan lebih efektif sehingga kita dapat memastikan bahwa perubahan tersebut bermanfaat dan aman.
  • Kolaborasi antara Desain Produk dan Proses: FMEA mendorong kolaborasi dan koordinasi antara tim yang mendesain produk dan proses produksi.
  • Perbaikan Desain untuk Manufaktur dan Perakitan (DFM/A): FMEA membantu dalam merancang produk yang memudahkan proses manufaktur dan perakitan, menghemat waktu dan biaya.
  • Solusi dengan Biaya Lebih Rendah: Mengidentifikasi kegagalan pada awal memungkinkan penanganan yang lebih efektif dan biaya yang lebih rendah dalam perbaikan.
  • Pemanfaatan Pengetahuan Warisan, Pengetahuan Bersama, dan Standar Kerja: FMEA membantu memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya untuk menghindari kesalahan yang telah terjadi sebelumnya.

Secara keseluruhan, FMEA adalah metodologi yang efektif dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kegagalan proses sejak dini, sehingga kita dapat menghindari konsekuensi buruk dari kinerja yang tidak memadai.

Tujuan dari Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA)

FMEA banyak digunakan karena memiliki tujuan-tujuan penting, di antaranya:

  1. Mengantisipasi potensi kegagalan dan mencegah atau meminimalkan risikonya.
  2. Menunjukkan bahwa suatu perusahaan telah melakukan analisis sistematis dan legal terhadap prediksi kegagalan.
  3. Menjadi persyaratan penting dalam industri otomotif global, sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen dari berbagai negara.

Kapan Sebaiknya Anda Melakukan FMEA?

Ada beberapa waktu yang tepat melakukan Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA), yaitu:

  • Saat Anda Merancang Produk, Proses, atau Layanan Baru: FMEA sebaiknya dilakukan saat Anda sedang merancang produk, proses, atau layanan baru untuk mengidentifikasi potensi kegagalan sejak awal.
  • Saat Anda Berencana untuk Melakukan Proses yang Sudah Ada dengan Cara yang Berbeda: Jika Anda berencana melakukan proses yang sudah ada dengan cara yang berbeda, FMEA membantu mengidentifikasi risiko dan kegagalan yang mungkin muncul akibat perubahan tersebut.
  • Saat Anda Memiliki Tujuan Peningkatan Kualitas untuk Proses Tertentu: FMEA dianjurkan saat Anda memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas dari suatu proses tertentu. Analisis ini membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
  • Saat Anda Perlu Memahami dan Memperbaiki Kegagalan suatu Proses: Jika Anda perlu memahami dan memperbaiki kegagalan suatu proses, FMEA membantu menganalisis akar penyebab kegagalan dan mencari solusi yang tepat.

Cara Melakukan Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA)

Analisis Mode dan Dampak Kegagalan (FMEA) adalah cara untuk memeriksa dan mengatasi potensi kegagalan atau masalah yang mungkin terjadi pada suatu produk, proses, atau layanan. Proses FMEA ini dibagi ke dalam tujuh langkah untuk mempermudah dan memastikan setiap tahapan dijalankan dengan baik.

Identifikasi Potensi Kegagalan

Tim analisis mengidentifikasi semua kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi pada setiap langkah atau elemen dari proses yang sedang dinilai. Kegagalan bisa terkait dengan produk, peralatan, manusia, atau metode.

Menilai Tingkat Keparahan (Severity)

Setelah identifikasi kegagalan, tim menilai seberapa serius atau berbahayanya masing-masing kegagalan tersebut terhadap produk atau proses. Penilaian ini diberikan skor berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Menilai Kemungkinan Kejadian (Occurrence)

Anggota tim menilai seberapa sering kemungkinan kegagalan dapat terjadi pada setiap potensi kegagalan yang diidentifikasi. Skor kemungkinan kejadian diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya atau data yang ada.

Menilai Deteksi (Detection)

Tim menilai seberapa baik kegagalan dapat dideteksi sebelum mencapai pelanggan atau tahap yang lebih lanjut dalam proses. Skor deteksi diberikan berdasarkan efektivitas sistem pengawasan yang ada.

Menghitung RPN (Risk Priority Number)

RPN dihitung dengan cara mengalikan skor tingkat keparahan, tingkat kemungkinan kejadian, dan tingkat deteksi. RPN memberikan prioritas pada potensi kegagalan yang perlu mendapatkan perhatian lebih tinggi.

Menetapkan Tindakan Perbaikan

Berdasarkan nilai RPN, tim menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk mengurangi risiko. Langkah-langkah perbaikan ini harus praktis, efektif, dan dapat diterapkan untuk mengatasi potensi kegagalan.

Kriteria untuk Menganalisis FMEA

  • FMEA menggunakan tiga kriteria untuk menilai suatu masalah:
  • Dampak pada Pelanggan: Seberapa besar pengaruhnya pada kepuasan pelanggan.
  • Frekuensi Kegagalan: Seberapa sering masalah ini mungkin terjadi.
  • Kemudahan Deteksi: Seberapa mudah mendeteksi masalah tersebut sebelum mencapai pelanggan.

Para peserta memberikan nilai dari 1 hingga 10 untuk setiap kriteria ini (1 = rendah, 10 = tinggi) untuk setiap mode kegagalan.

Meskipun FMEA adalah proses penilaian kualitatif, namun menggunakan data (jika ada) untuk membantu dalam menentukan penilaian ini sangat penting.

Peringkat ini membantu tim dalam menilai dan memprioritaskan kegagalan serta mencari solusi terbaik untuk mengatasi risiko.

Setelah memberikan peringkat tingkat keparahan, kejadian, dan deteksi untuk setiap mode kegagalan, tim akan dapat menghitung angka prioritas risiko (Risk Priority Number/RPN). 

Bagaimana Cara Menghitung RPN?

Estimasi risiko yang bervariasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus RPN, yaitu:

RPN = Tingkat Keparahan × Tingkat Kemungkinan ×Tingkat Deteksi RPN =Tingkat Keparahan × Tingkat Kemungkinan ×Tingkat Deteksi

Misalnya, dalam konteks FMEA di perusahaan manufaktur elektronik:

Dalam proses soldering di perusahaan manufaktur elektronik, terdapat kecenderungan untuk menghasilkan solder yang kurang baik. Dampaknya adalah terbentuknya koneksi pendek pada komponen, yang dapat menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik.

Karena potensi bahaya yang diakibatkan oleh koneksi pendek pada barang elektronik ini, seperti ledakan atau bahaya listrik bagi pengguna, maka tingkat keparahan dapat dikategorikan sebagai 10 (Tinggi).

Selanjutnya, analisis dilakukan berdasarkan laporan produksi yang menyatakan adanya cacat pada sekitar 1 dari 8 produk. Oleh karena itu, nilai kemungkinan kejadian adalah 8 (Tinggi).

Selain itu, dalam hal deteksi cacat seperti koneksi pendek ini, proses pemeriksaan visual masih efektif. Oleh karena itu, tingkat deteksi adalah 1. Dengan demikian, nilai RPN dihitung dengan mengalikan tingkat keparahan, tingkat kemungkinan, dan tingkat deteksi, yaitu: 10×8×1=8010×8×1=80.

Analisis Dokumen FMEA

Menentukan kapan harus mengambil tindakan dalam FMEA secara historis telah ditentukan oleh ambang batas RPN. Penggunaan ambang batas RPN tidak direkomendasikan untuk menetapkan target tindakan.

Penggunaan target semacam itu diyakini dapat mengubah perilaku tim secara negatif karena tim memilih angka terendah untuk berada di bawah ambang batas bukan resiko aktual, yang memerlukan mitigasi.

Analisis FMEA harus mencakup pertimbangan pada berbagai tingkatan, termasuk:

Tingkat keparahan 9/10 atau Kesehatan dan Regulasi saja (Tindakan Mode Gagal)

Kombinasi kritis untuk Tingkat Keparahan dan Kemungkinan (Tindakan Penyebab)

Kontrol Deteksi (Tindakan Rencana Uji dan Pengendalian)

Menetapkan Prioritas FMEA

Setelah semua mode kegagalan dinilai, tim harus menyesuaikan FMEA untuk menyusun daftar kegagalan dalam urutan RPN menurun. Hal ini mempertegas area di mana tindakan perbaikan dapat difokuskan. Jika sumber daya terbatas, praktisi harus menetapkan prioritas pada masalah terbesar terlebih dahulu.

Tidak ada ambang batas RPN definitif untuk memutuskan area mana yang harus mendapatkan perhatian terbanyak; ini tergantung pada banyak faktor, termasuk standar industri, persyaratan hukum atau keamanan, dan pengendalian kualitas.

Namun, titik awal untuk prioritas adalah menerapkan aturan Pareto: umumnya, 80 persen dari masalah disebabkan oleh 20 persen dari potensi masalah. Sebagai pedoman, tim dapat memfokuskan perhatian mereka pada awalnya pada kegagalan dengan 20 persen teratas dari skor RPN tertinggi.

Melakukan Tindakan Koreksi FMEA

Setelah prioritas disepakati, salah satu langkah terakhir tim adalah menghasilkan tindakan koreksi yang sesuai untuk mengurangi kejadian mode kegagalan, atau setidaknya untuk meningkatkan kemungkinan deteksinya.

Setelah tindakan koreksi selesai dilakukan, tim seharusnya bertemu kembali untuk menilai ulang dan memberikan skor kembali pada tingkat keparahan, kemungkinan kejadian, dan kemungkinan deteksi untuk kegagalan utama.

Hal ini akan memungkinkan mereka untuk menentukan efektivitas tindakan koreksi yang diambil. Penilaian ini dapat membantu jika tim memutuskan bahwa perlu menerapkan tindakan koreksi baru.

FMEA adalah alat yang berharga yang dapat digunakan untuk mencapai sejumlah manfaat, termasuk peningkatan keandalan produk dan layanan, mencegah perubahan desain yang mahal di tahap akhir, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.

FMEA adalah alat yang sangat berguna untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam berbagai proses dan produk. Namun, selain menerapkan FMEA, perusahaan juga dapat mempertimbangkan penggunaan layanan outsourcing.

Outsourcing adalah praktik di mana perusahaan menggunakan jasa atau sumber daya dari pihak eksternal untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu. Hal ini dapat mencakup layanan IT, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan banyak lagi. Manfaat dari outsourcing termasuk efisiensi biaya, akses ke keahlian khusus, fokus pada kegiatan inti, dan fleksibilitas operasional.

Jika Anda tertarik menggunakan outsourcing, Anda dapat memilih MyRobin sebagai penyedia jasa layanan outsourcing on-demand terpercaya. Kami dapat menyalurkan pekerja profesional dari berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan kurang dari 24 jam. Pelajari selengkapnya produk dan layanan MyRobin disini!

Rekrut dan kelola pekerja TANPA RIBET

Didukung dengan teknologi modern yang terintegrasi. Rekrut tenaga kerja profesional dan berkualitas

Bagikan artikel ini:
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram
Pinterest
Artikel terkait

Terima beres! rekrut hingga penggajian

id_IDID